Pengusaha Mineral Merasa Dirugikan Permen ESDM
Utama

Pengusaha Mineral Merasa Dirugikan Permen ESDM

Lantaran larangan ekspor bijih besi sudah diberlakukan sebelum waktunya.

Oleh:
fitri novia heriani
Bacaan 2 Menit
Konferensi pers DPP Apemindo di galeri cafe TIM Jakarta. Foto: Sgp
Konferensi pers DPP Apemindo di galeri cafe TIM Jakarta. Foto: Sgp

Pengusaha mineral yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (Apemindo) mengaku dirugikan atas terbitnya Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No 7 Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral. Soalnya, beberapa Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) telah mengimplementasikan Pasal 21 mengenai larangan ekspor bijih besi. 

“Kami dirugikan miliaran dolar atas pemberlakuan Pasal 21 karena belum pada saatnya, dan ini melanggar hukum,” ujar Ketua Umum Apemindo, Poltak Sitanggang, dalam konferensi pers, di Jakarta, Selasa (24/4).

Poltak mengatakan, selain kerugian materiil yang dirasakan pengusaha karena hasil tambang yang menumpuk di dalam negeri, pihak bank atau financial provider juga menghentikan pembiayaan terhadap kegiatan tambang. Dana untuk pembiayaan eksplorasi maupun operasi produksi dihentikan sampai adanya kejelasan kebijakan investasi pertambangan di Indonesia.

Bukan itu saja. Keberadaan tenaga kerja juga terancam sejak adanya sosialisasi Pasal 21 tersebut. Bahkan, kapal atau vessel sebagai sarana pengangkutan hasil tambang menolak untuk masuk ke wilayah perairan Indonesia. “Semuanya kan pakai pembiayaan dari bank,” imbuhnya.

Apemindo membentuk tim advokasi untuk mengatasi masalah ini. Pembentukan tim ini bertujuan untuk meluruskan permasalahan informasi. Selain itu, memberikan bantuan hukum kepada seluruh anggota Apemindo di setiap daerah atas segala tindakan yang terjadi akibat pelarangan ekspor yang dilakukan oleh KPPBC di seluruh Indonesia atau instansi.

Menurut Poltak, larangan ekspor sebelum waktunya ini dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab. Apemindo telah mengirim surat ke Kementerian ESDM terkait hal itu. Sayangnya, belum ada respon dari kementerian atas surat tersebut.

Poltak mengatakan, tindakan oknum tak bertanggungjawab itu jelas mengganggu pembangunan smelter yang sedang berlangsung. Pembiayaan terhadap pembangunan ini menjadi terhenti sebelum adanya kejelasan atas regulasi ini. Padahal pembangunan smelter ini diwajibkan oleh UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) serta Permen ESDM.

Kepala Biro Hukum dan Perundang-Undangan Kementerian ESDM, Fadli Ibrahim, menilai pelaksanaan Pasal 21 oleh beberapa daerah tidak termasuk ke dalam perbuatan melanggar hukum. Implementasi ini memang menjadi hak kepala daerah atau bupati setempat selaku pihak yang mengeluarkan Izin Usaha Pertambangan (IUP). “Ini bukan merupakan perbuatan melanggar hukum,” katanya ketika dikonfirmasi oleh hukumonline.

Tentunya, lanjut Fadli, daerah yang telah menjalankan Pasal 21 ini memiliki pertimbangan tersendiri. Bisa saja dikarenakan fakta di lapangan menunjukkan pengusaha pertambangan tidak memiliki iktikad baik untuk membangun smelter. Sehingga waktu yang tersisa dimanfaatkan untuk menambang sebanyak mungkin dan mengekspor hasilnya. Jika benar hal ini terjadi, sambungnya, maka wajar saja jika pelarangan ekspor diberlakukan oleh beberapa daerah.

“Di dalam pasal itu kan disebutkan pelaksanaannya paling lama 6 Mei,” imbuh Fadli.

Namun, tetap saja semua kebijakan tergantung kepada daerah. Ia menilai seharusnya setiap kepala daerah telah menerapkan amanat dalam UU Minerba sejak terbit, namun penegasan baru dilaksanakan setelah keluarnya Permen ESDM ini.

Sementara itu, Kepala Bea dan Cukai Tanjung Priuk Iyan Rubiyanto mengaku hingga saat ini pihak bea cukai Tanjung Priok belum menjalankan Permen ESDM tersebut. Ia menuturkan bahwa Permen tersebut akan dilaksanakan sesuai dengan tanggal yang telah ditentukan di dalamnya yaitu pada 6 Mei mendatang.“Kita belum melaksanakannya,” ungkapnya.

Tags: