Aturan Hilirisasi Mineral Berpotensi Ciptakan Konflik
Aktual

Aturan Hilirisasi Mineral Berpotensi Ciptakan Konflik

Oleh:
ANT
Bacaan 2 Menit
Aturan Hilirisasi Mineral Berpotensi Ciptakan Konflik
Hukumonline

Permen ESDM No 7 Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral dan Batubara Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral, dianggap bisa menimbulkan malapetaka dan konflik sosial. Hal ini disampaikan Direktur Eksekutif Indosolution, Agus Muldya, Jumat (4/5), di Jakarta.


Dia mengatakan, saat menghadiri seminar tentang pertambangan beberapa waktu lalu, Menko Kesra Agung Laksono dengan tegas mengutip Menteri ESDM bahwa pengusaha yang mempunyai roadmap untuk membangun smelter tetap dibolehkan untuk ekspor. Namun, pada kenyataannya pihak Bea Cukai Sulawesi sudah mengeluarkan aturan larangan ekspor tambang kepada seluruh pengusaha berdasarkan ketentuan Permen ESDM No 7 Tahun 2012.


Menurut Agus, pemerintah setempat seharusnya memperhitungkan banyaknya pengangguran jika ada perusahaan pertambangan yang tutup, dan juga keberadaan usaha rakyat di sekeliling tambang. Padahal, katanya, untuk mengurus perijinan usaha pertambangan saja, seorang pengusaha sudah harus mengeluarkan biaya miliaran rupiah.


“Belum lagi mereka juga perlu mencicil alat berat dan lain-lainnya. Permen itu bisa jadi akan menyebabkan kredit macet,” tambahnya.


Selain itu, para pejabat di tingkat pusat sering lupa bahwa ada tambang rakyat yang jumlahnya luar biasa banyak. “Saat ini yang bereaksi Sulawesi dan Indonesia Timur. Nanti di kalimantan dan juga termasuk Sumatera serta Pulau Jawa,” tutur Agus.


Pada bagian lain, ia mengemukakan bahwa para bupati atau gubernur yang baru menjabat pasti akan menolak diberlakukannya Permen ESDM itu karena akan mengebiri penghasilan rutin untuk pendapatan daerah, termasuk tertutupnya peluang usaha dan pekerjaan bagi warganya.


Namun, untuk para gubernur atau bupati yang segera habis masa tugasnya, mereka bisa memanfaatkan Permen ESDM itu sebagai posisi tawar mendapatkan dana pemenangan pilkada atau untuk pensiunnya jika sudah tidak bisa mencalonkan kembali.


“Jadi ini semua bisa menjadi alat pemerasan yang dibungkus nasionalisme. Apalagi jika dibiarkan dan tergantung interpretasi masing masing daerah tanpa penjelasan, sosialisasi dan revisi berdasarkan masukan stake holder pertambangan,” ujarnya.

Tags: