Pengurusan Pajak KTU Tak Libatkan Gayus
Berita

Pengurusan Pajak KTU Tak Libatkan Gayus

Meski menelaah keberatan pajak PT Kornet, Gayus tidak menerima fee dari PT Kornet.

Oleh:
nov
Bacaan 2 Menit
Pengurusan pajak PT Kornet Trans Utama tak libatkan Gayus tambunan. Foto: Sgp
Pengurusan pajak PT Kornet Trans Utama tak libatkan Gayus tambunan. Foto: Sgp

Terpidana korupsi dan mafia hukum Gayus Tambunan sempat diperiksa sebagai saksi dalam kasus korupsi pajak Dhana Widyatmika (DW). Ketika bekerja di Direktorat Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak, Gayus diketahui pernah menelaah keberatan pajak PT Kornet Trans Utama. Perusahaan milik warga negara Korea itu adalah salah satu perusahaan wajib pajak yang ditangani DW.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung M Adi Toegarisman mengatakan penyidik belum menemukan indikasi keterlibatan Gayus dalam kasus DW. “Wajib pajak itu kan mengajukan banding ke Pengadilan Pajak. Karena posisi Gayus sebagai penelaah, penyidik ingin mengetahui alur penyelesaian wajib pajak yang ditangani DW sampai ke tingkat Pengadilan Pajak,” katanya, Selasa (8/5).

PT Kornet diketahui menang di Pengadilan Pajak. Hal ini menyebabkan negara harus mengembalikan pajak PT Kornet sejumlah ratusan juta. Meski demikian, Direktur Penyidikan pada Jampidsus, Arnold Angkouw tidak menemukan adanya uang yang mengalir ke rekening Gayus. “Pengurusan” pajak PT Kornet hanya dilakukan oleh ketiga tersangka, yakni DW, Salman Maghfirah, dan Firman.

Lantas, bagaimana dengan istri DW, Dian Anggraini yang juga merupakan pegawai di Direktorat Keberatan dan Banding. Apakah Dian ketika itu satu tim dengan Gayus dalam menangani keberatan pajak PT Kornet? “Kalau di banding itu Gayus saja. Gayus menjelaskan bahwa memang dia menangani, tapi sudah lupa-lupa dianya. Gayus cuma menangani dan kemudian negara kalah,” ujar Arnold.

Sementara, pengacara Firman, Sugeng Teguh Santoso menyatakan kliennya sama sekali tidak mengetahui penanganan pajak PT Kornet di tingkat banding dan Pengadilan Pajak. Proses tersebut sudah di luar mekanisme pemeriksaan pajak di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Pancoran. Kewenangan Firman pun terputus ketika keberatan pajak PT Kornet masuk ke Direktorat Keberatan dan Banding.

“Tidak ada persekongkolan antara Gayus dan pemeriksa pajak, seperti Firman dan Dhana. Tidak ada pertemuan pembicaraan yang mengawali dan mengarah ke persekongkolan. Jaksa hanya berasumsi semua proses PT KTU sudah dirancang di kantor pajak pada saat pemeriksaan. Ada tindakan melawan hukum. Tapi, ini hanya asumsi Jaksa,” tuturnya.

Senada, pengacara Gayus, Hotma Sitompoel juga sempat mengatakan kliennya tidak mengenal DW. Selain tidak mengenal, Gayus pun tidak ada sangkut pautnya dengan tindak pidana korupsi dan pencucian uang yang dituduhkan kepada DW. Gayus sendiri kepada Hotma belum menjelaskan secara detail bagaimana hubungannya dengan istri DW sebagai sesama penelaah pajak.

Gayus dan Dian sama-sama bekerja sebagai pegawai di Direktorat Keberatan dan Banding, sedangkan DW menjadi Account Representative di sejumlah Kantor Pelayanan Pajak (KPP), termasuk KPP Pancoran. Pada tahun 2005-2006, DW menjadi Ketua Tim Pemeriksa Pajak PT Kornet. Salah satu anggota tim DW bernama Salman dan koordinator tim bernama Firman.

Mereka diduga menerima “imbalan” karena PT Kornet berhasil mengalahkan negara di Pengadilan Pajak. Selain mengurus pajak PT Kornet, DW juga menangani pajak PT Mutiara Virgo bersama rekannya bernama Herly Isdiharsono. Dari pengurusan pajak PT Mutiara, DW dan Herly diduga mendapat imbalan puluhan miliar. Direktur Utama PT Mutiara pun, Johnny Basuki telah ditetapkan sebagai tersangka.

Dengan demikian, sudah lima orang yang ditetapkan sebagai tersangka. Adi menyatakan, penyidik tengah merampungkan berkas perkara DW untuk segera dilimpahkan ke penuntutan. Dalam rangka penyelesaian berkas perkara DW, penyidik hanya tinggal memeriksa sejumlah saksi. Manakala berkas nantinya dianggap memenuhi syarat formil dan materil, penuntut umum akan menyatakan P21.

Laporan PPATK
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah menyerahkan hasil analisis lanjutan terkait kasus DW dan Herly. Kepala PPATK M Yusuf menuturkan ada transaksi mencurigakan dari tiga orang yang masuk ke rekening DW dan Herly. Orang pertama bekerja sebagai PNS pajak di Kantor Pusat, orang kedua bekerja sebagai PNS pajak daerah, dan terakhir adalah swasta.

Yusuf enggan membeberkan siapa saja nama ketiga orang dimaksud. Walau begitu, mantan Direktur Hukum dan Regulasi PPATK ini mengatakan jumlah transaksi terbilang cukup besar. “Nilai yang masuk ke DW ratusan juta. Dari pusatnya itu, dari tempatnya lebih dari Rp15 miliar. Salah satu ke DW. Ke DW itu sekitar Rp700 juta,” tukasnya beberapa waktu lalu.

Namun, Arnold mengaku hasil analisis lanjutan terkait dengan perkara Herly yang juga merupakan rekan DW di PT Mitra Modern Mobilindo. Penyidik sedang berkonsentrasi menyelesaikan perkara DW untuk secepatnya dilimpahkan ke pengadilan. Baru setelah itu, penyidik akan mendalami perkara tersangka lainnya, seperti Herly, Salman, Firman, dan Johnny.

Menurutnya, memang ada transaksi uang lainnya terkait perkara Herly. Apakah transaksi ini terkait pengurusan pajak PT Mutiara? Arnold belum mau menyebutkan. Dia hanya menjelaskan bahwa penyidik akan mendalami transaksi-transaksi itu dalam perkara Herly yang dibuat terpisah dengan perkara DW.

Untuk diketahui, sekitar tahun 2005-2006, Herly bekerja di KPP Pancoran bersama DW. Dalam pemeriksaan pajak PT Mutiara, Herly dan DW menjadi anggota tim pemeriksa yang diketuai Sarah Lalo. DW dan Herly diduga menerima “imbalan” sekitar Rp30 miliar. Uang puluhan miliar ini tercatat dalam sejumlah transaksi yang masuk ke rekening DW.

Selain DW, istri muda Herly, Novi Ramdhani juga sempat menerima aliran dana dari Johnny. Novi adalah Direktur di PT Mitra Modern Mobilindo, perusahaan patungan yang dirintis DW dan Herly. Istri Herly sampai saat ini masih berstatus sebagai saksi. Sama halnya dengak kakak Herly bernama Hendry yang hingga kini juga masih berstatus sebagai saksi.

Tags: