Aneh, Polri Cabut SPDP Mantan Ketua KPU
Berita

Aneh, Polri Cabut SPDP Mantan Ketua KPU

Tidak ada mekanisme pencabutan SPDP dalam KUHAP.

Oleh:
nov
Bacaan 2 Menit
Abdul Hafiz Anshary, mantan Ketua KPU. Foto: Sgp
Abdul Hafiz Anshary, mantan Ketua KPU. Foto: Sgp

Masih ingatkah anda dengan kasus pemalsuan surat yang menjerat mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Abdul Hafiz Anshary? Kejaksaan Agung telah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) atas nama tersangka Abdul Hafiz dkk. Mabes Polri sempat berkelit, walau akhirnya SPDP itu diakui Kabareskrim Sutarman.

Belakangan, tidak terdengar lagi perkembangan penyidikan kasus Hafiz dkk. Anehnya, SPDP kasus itu ternyata sudah dicabut atau ditarik kembali oleh penyidik Bareskrim dari Kejagung. “Belum ada berkasnya. Itu kan sudah dicabut dari sana (Polri). Tanya saja sama polisi,” kata Jaksa Agung Basrief Arief, Jum’at (11/5).

Dengan dicabutnya SPDP Hafiz dkk, Basrief mengatakan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum tidak mengetahui bagaimana perkembangan kasus ini. Hanya Mabes Polri yang mengetahui, apakah kasus Hafiz dihentikan (SP3) atau dilanjutkan. Pencabutan SPDP belum tentu identik dengan penghentian kasus.

Sementara, Kabag Penerangan Umum Div Humas Mabes Polri Boy Rafli Amar mengaku belum mengetahui informasi pencabutan SPDP Hafiz. “Mungkin kalau seperti itu unsur pidananya tidak terpenuhi,” ujarnya. Dia menyatakan harus mengkonfirmasi lebih lanjut kepada penyidik mengenai kelanjutan kasus ini.

Terpisah, Pengajar Hukum Pidana Chaerul Huda berpendapat pada dasarnya tidak ada mekanisme dalam hukum acara pidana yang mengatur soal pencabutan SPDP. Kalaupun terjadi pencabutan SPDP, tidak berarti bisa menurunkan status perkara yang sudah naik ke penyidikan kembali ke penyelidikan.

“Sebab, pada dasarnya juga tidak ada ketentuan yang mengatur tentang penurunan status tersebut. Secara teoritis, pencabutan SPDP tidak berpengaruh terhadap supervisi dan kontrol yang dilakukan penuntut umum terhadap penyidik. Penuntut umum tetap berwenang melakukan hal itu sekalipun SPDP dicabut,” terangnya.

Senada, Pengamat Kepolisian Bambang Widodo Umar juga mengatakan tidak ada aturan mengenai pencabutan SPDP. “Kalau SP3 bagi polisi ada. Jadi, polisi harus cermat dalam penyelidikan sebelum menyampaikan SPDP. Apalagi KUHAP menganut sistem aqusatoir, para penegak hukum termasuk polisi harus benar-benar profesional,” tuturnya.

Status tersangka Hafiz dkk ini terungkap dari SPDP yang dikirimkan Bareskrim Mabes Polri ke Kejaksaan Agung (Kejagung). SPDP dengan No B./81-DP/VII/2011/Dit.Tipidum tanggal 27 Juli 2011 itu dengan jelas menyatakan Abdul Hafiz Anshary dkk telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pemalsuan surat.

Mabes Polri yang semula membantah, akhirnya membenarkan status tersangka Hafiz dkk. Kabareskrim Sutarman menyatakan SPDP itu merupakan tindaklanjut laporan Abdul Syukur Mandar, caleg dari Partai Hanura periode 2009-2014 daerah pemilihan Halmahera Barat, Maluku Utara.

Penyebutan tersangka Hafiz dalam SPDP dikarenakan hukum acara pidana tidak mengenal istilah terlapor. Dengan SPDP itu, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejagung pun telah menunjuk tim jaksa peneliti atau jaksa P16. Namun, jaksa peneliti tidak mengetahui perkembangan kasus Hafiz karena SPDP telah dicabut.

Pada 4 Juli 2011, Abdul Syukur Mandar melaporkan Hafiz dkk ke Mabes Polri. Syukur yang merupakan caleg dari Partai Hanura dalam Pemilu Legislatif (DPR) periode 2009-2014 di Daerah Pemilihan Halmahera Barat dinyatakan kalah lewat putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Syukur menganggap putusan MK mengacu pada hasil rekapitulasi KPU Kabupaten Halmahera Barat dan KPU Provinsi Maluku Utara yang dinilai telah diubah oleh KPU Pusat.

Oleh karena putusan MK itu, posisi Syukur berpindah, dari posisi tiga ke posisi empat. Akibatnya, tiga kursi anggota DPR yang diperebutkan tersebut berhasil diperoleh caleg dari Partai Golkar, Partai Demokrat, dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.

Atas ketidakberesan ini, Syukur melaporkan lima anggota KPU Pusat ke Bareskrim Polri. Syukur menganggap kelima anggota KPU Pusat itu memalsukan surat dan memberikan keterangan palsu dalam sengketa pemilu legislatif di MK.

Tags: