Ahli Sarankan RSBI Dibubarkan
Berita

Ahli Sarankan RSBI Dibubarkan

Pemerintah menganggap delapan kali persidangan hanya berkutat pada persoalan praksis atau implementasi.

Oleh:
ASh
Bacaan 2 Menit
Salah satu sekolah SMU di jakarta yang bertaraf RSBI. Foto: Sgp
Salah satu sekolah SMU di jakarta yang bertaraf RSBI. Foto: Sgp

Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Daoed Joesoef mengkritik keras keberadaan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) seperti diamanatkan pasal 50 ayat (3) Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas. Sebab, metode pengajaran dengan menggunakan bahasa asing (Inggris) di RSBI atau Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) itu jelas-jelas melanggar konstitusi.

“Saya sangat menentang sistim pembelajaran RSBI dan SBI karena terang-terangan melanggar Konstitusi dalam penggunaan asing. karena itu saya menuntut pemerintah supaya RSBI secepatnya meniadakan keberadaan lembaga pendidikan itu,” kata Daud dalam sidang pleno lanjutan pengujian pasal 50 ayat (3) UU Sisdiknas di ruang sidang Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (20/3).

Ia menilai metode pembelajaran RSBI yang menekankan penguasaan bahasa asing bertentangan dengan Pasal 36 UUD 1945 (yang lama). “Penggunaan bahasa asing, yaitu bahasa Inggris telah melanggar pasal 36 UUD 1945 yang asli yang menyatakan ‘Bahasa Negara adalah Bahasa Indonesia’ dan telah mengkhianati semangat Sumpah Pemuda Tahun 1928,” kata Daoed.

Menurut Daoed para perumus dan pengambil kebijakan untuk membentuk RSBI telah melakukan kekeliruan besar. Sebab kemajuan sistem pendidikan di suatu negara manapun tidak disebabkan oleh penguasaan bahasa. Pendidikan di negara seperti Inggris/Amerika maju bukan karena menguasai bahasa Inggris, melainkan karena menghayati nilai-nilai kemajuan zaman lewat pendidikan formal.

“Membiasakan anak didik sedini mungkin mengenal, menguasai, menghayati, dan menerapkan nilai-nilai yang diakui dan berguna bagi dirinya, keluarga, masyarakat, dan negaranya,” kata pria yang pernah menjadi Mendikbud Kabinet pembangunan III periode 1978-1983 ini.

Ia khawatir cara pembelajaran yang “khas” internasional di RSBI dan SBI akan berdampak negatif bagi peserta didik. Seperti, anak didik menjadi minder, bermentalitas inlander, hilang kebanggaan nasionalnya, padahal mereka menjadi andalan eksistensi NKRI di masa depan.

“Saya pernah mendengar ada seorang ibu yang kaget mendegar anaknya mengucapkan ‘i hate the bahasa’, maksudnya bahasa Indonesia. Nampaknya anak ini menyesal tidak dilahirkan sebagai anak Inggris. Bagaimana anak ini bisa diharapkan menjadi generasi penerus andalan? Seolah salah asuhan, tetapi ini salah siapa?”

Halaman Selanjutnya:
Tags: