Sidang Kasus Afriyani Lanjut ke Pembuktian
Berita

Sidang Kasus Afriyani Lanjut ke Pembuktian

Pengacara sejumlah korban tabrakan mendukung penerapan Pasal 338 KUHP.

Oleh:
cr-13
Bacaan 2 Menit
Terdakwa Afriyani Susanti tertunduk dikursi terdakwa ruang sidang PN Jakarta Pusat. Foto: Sgp
Terdakwa Afriyani Susanti tertunduk dikursi terdakwa ruang sidang PN Jakarta Pusat. Foto: Sgp

Afriyani Susanti sepertinya harus lebih lama duduk di kursi terdakwa ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Upaya terdakwa kasus tabrakan maut di jalan Ridwan Rais, Jakarta Pusat itu menghadang surat dakwaan penuntut umum dengan eksepsi, kandas. Rabu (16/5), majelis hakim yang dipimpin Antonius Widyianto membacakan putusan sela yang intinya menolak eksepsi yang dibacakan tim pengacara terdakwa beberapa pekan lalu.

Sebagaimana telah diberitakan, eksepsi tim pengacara Afriyani diantaranya mempersoalkan kecermatan penuntut umum. Pasalnya, surat dakwaan memuat kalimat “…..sekiranya, atau setidak-tidaknya, atau pada waktu” yang menurut tim pengacara adalah bentuk keragu-raguan penuntut umum.

Hal lain yang dipersoalkan tim pengacara adalah penerapan Pasal 338 KUHP dan Pasal 311 ayat (5) UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dalam surat dakwaan. Menurut tim pengacara, pasal-pasal dakwaan itu mengandung dua sifat yang berbeda, yaitu unsur kesengajaan dan unsur kelalaian.

Dalam putusan sela, majelis hakim menyatakan penggunaan kalimat “…..sekiranya, atau setidak-tidaknya, atau pada waktu” adalah hal yang lazim dalam praktik beracara di pengadilan. Oleh karenanya, majelis hakim berpendapat penggunaan kalimat tersebut tidak menyebabkan surat dakwaan menjadi batal.

“Setelah mencermati eksepsi penasihat hukum terdakwa serta pendapat penuntut umum atas tanggapan keberatan penasihat hukum terdakwa, majelis hakim berpendapat, menimbang bahwa keberatan penasihat hukum terdakwa terhadap surat dakwaan jaksa penuntut umum dapat dikesampingkan karena keberatan-keberatan tersebut masuk ke dalam pokok perkara,” ujar Antonius Widyianto, membacakan putusan sela.

Majelis hakim berkeyakinan bahwa surat dakwaan penuntut umum sudah disusun secara cermat, lengkap, dan jelas sebagaimana diatur dalam Pasal 143 ayat (2) huruf a KUHAP. “Begitu pula halnya dengan kejadian perkara sehingga keberatan dari penasihat hukum terdakwa patut dikesampingkan,” Antonius menambahkan.

Selepas persidangan, tim pengacara Afriyani menyatakan akan mengajukan banding atas putusan sela ini. Majelis hakim dinilai mengabaikan beberapa poin penting dari eksepsi. “Itu pertimbangannya mengacu pada 143 (Pasal 143 ayat (2) huruf a KUHAP, red). Kami paham itu. Tapi maksudnya keliru apa tidak ini JPU dalam membuat register itu. Itu aja,” kata Syafrudin Makmur, pengacara Afriyani.

Syafrudin menuding majelis hakim bertindak tidak adil terhadap terdakwa. "Kalau begitu, maju kena mundur kena. Dimana keadilan buat klien kami. Kami ini minta diadili supaya adil,” pungkasnya.

Ditemui terpisah, William Panjaitan, pengacara sejumlah korban tabrakan mobil Xenia yang dikemudikan Afriyani, menyambut baik putusan sela majelis hakim. “Kita cukup lega karena hakimnya menolak sanggahan dari penasihat hukum Afriyani dan tetap melanjutkan ke materi berikutnya yaitu keterangan saksi,” ujarnya.

Terkait penerapan Pasal 338, William berpendapat penerapan pasal dakwaan menjadi wilayah kewenangan penuntut umum. Namun begitu, William setuju Pasal 338 dijadikan pasal dakwaan.

“Pada intinya kita menyetujui penerapan pasal 338 tetapi itu juga merupakan kewenangan dari kejaksaan. Dalam hal ini jaksa mempunyai rumusan tersendirilah dalam menerapkan pasal ini. Kami dari pihak korban hanya menerima saja. Kalau keinginan kita ya dihukum seberat-beratnya, dan mungkin Pasal 338 ini bisa meng-cover hal itu,” tukasnya.

Sebagaimana diketahui, Afriyani dijadikan terdakwa terkait insiden tabrakan maut di sekitar jalan Ridwan Rais, Jakarta Pusat. Afriyani adalah pengemudi Daihatsu Xenia yang menyebabkan sejumlah pejalan kaki meregang nyawa, beberapa diantaranya masih anak-anak. Dalam surat dakwaan, penuntut umum menggunakan Pasal 338 KUHP dan Pasal 311 ayat (5) UU No 22 Tahun 2009

Tags: