LSM Temukan Gejala Korupsi Pemilukada Jakarta
Utama

LSM Temukan Gejala Korupsi Pemilukada Jakarta

Anggaran publik rawan digunakan untuk kegiatan pemenangan pasangan incumbent.

Oleh:
Ady TD Achmad
Bacaan 2 Menit
Cawagub dan Wagub Pemilukada DKI Jakarta saat debat kandidat di UI. Foto: Sgp
Cawagub dan Wagub Pemilukada DKI Jakarta saat debat kandidat di UI. Foto: Sgp

Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) DKI Jakarta yang digelar tahun ini mendapat sorotan dari banyak pihak. Sejumlah pihak turut aktif memantau pelaksanaan Pemilukada agar berjalan lancar, tanpa pelanggaran hukum dan tindak kekerasan.

Sebelumnya AJI Jakarta, sebagai salah satu organisasi profesi jurnalis di Indonesia menyuarakan agar media massa tidak berpihak pada calon tertentu. Sekarang giliran LBH Jakarta dan Indonesia Corruption Watch (ICW) yang mendorong agar lembaga negara terkait saling bekerjasama menyukseskan Pemilukada DKI Jakarta. Pasalnya, perhelatan demokrasi ini rawan dengan praktik korupsi.

LBH Jakarta dan ICW menemukan setidaknya lima gejala korupsi dalam Pemilukada DKI Jakarta. Pertama, anggaran publik berpotensi besar diselewengkan. Menurut peneliti korupsi politik ICW, Agung Widadi, alokasi dana hibah dan bantuan sosial (Bansos) DKI Jakarta periode 2012 meningkat jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2011 total dana itu mencapai Rp840,8 miliar, sedangkan tahun ini mencapai Rp 1,3 Triliun.

Peningkatan itu menurut Agung terkait dengan upaya pemenangan pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, khususnya incumbent. LBH Jakarta dan ICW juga menemukan modus penyaluran dana hibah dan Bansos itu terdiri dari berbagai cara. Yakni membentuk lembaga penerima dana yang sifatnya fiktif, lembaga penerima dana beralamat sama dan lembaga penerima dipimpin oleh keluarga atau kroni Gubernur. Selain itu ada juga modus yang dilakukan dengan cara menyunat dana hibah.

Kedua, LBH dan ICW menduga terdapat upaya melakukan mark down pendapatan asli daerah. Akibatnya ada dana yang tidak masuk dan tercatat dalam kas negara, sehingga dapat digunakan untuk biaya pemenangan Pemilukada bagi incumbent. Fenomena ini terjadi hampir di seluruh daerah di Indonesia ketika menghadapi pemilukada.

Dalam Pemilukada DKI Jakarta ini, pendapatan daerah DKI Jakarta yang “digerogoti” menurut Agung berada di sektor reklame. Dari data yang diperoleh, Agung mengatakan jumlah pendapatan hasil lelang titik reklame tahun 2011 sebesar Rp39 miliar, sedangkan tahun sebelumnya mencapai Rp48, 9 miliar.

Ketiga, dalam APBD DKI Jakarta terdapat dana kampanye terselubung. Yaitu dalam kegiatan Gubernur yang dialokasikan dari anggaran APBD. Misalnya pidato Gubernur di suatu tempat, kegiatan itu menyedot dana sebesar Rp1,2 miliar. Jika berbagai dana kampanye terselubung itu disatukan jumlahnya mencapai Rp 9,7 miliar.

Halaman Selanjutnya:
Tags: