UU Kehutanan Lindungi Hak Masyarakat Adat
Berita

UU Kehutanan Lindungi Hak Masyarakat Adat

Sidang pengujian UU Kehutanan yang dimohonkan masyarakat adat.

Oleh:
ASh
Bacaan 2 Menit
Sidang pleno pengujian UU Kehutanan di ruang sidang MK. Foto: ilustrasi (Sgp)
Sidang pleno pengujian UU Kehutanan di ruang sidang MK. Foto: ilustrasi (Sgp)

Ketentuan yang mengatur tentang hutan adat dan hutan negara dalam beberapa pasal di Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (UU Kehutanan) tetap mengakui eksistensi hutan adat.

“Faktanya, UU Kehutanan tetap mengakui eksistensi hutan adat, sehingga hak konstitusional para Pemohon masih tetap diakui, dihormati, dan dilindungi,” kata Dirjen Planologi Kehutanan, Kementerian Kehutanan, Bambang Soepijanto, dalam sidang pleno pengujian UU Kehutanan di ruang sidang MK, Rabu (23/5).

Permohonan ini diajukan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dan dua komunitas masyarakat adat yaitu Kanegerian Kuntu dan Kasepuhan Cisitu (anggota AMAN).

Para pemohon meminta pengujian Pasal 1 angka 6 UU Kehutanan sepanjang mengenai kata “negara”, Pasal 4 ayat (3) sepanjang frasa “dan diakui keberadaannya serta tidak bertentangan kepentingan nasional”, Pasal 5 ayat (1) sepanjang frasa “hutan berdasarkan statusnya terdiri dari (a) hutan negara, (b) hutan hak,” ayat (2) dan sepanjang frasa “pemerintah menetapkan status hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2) dan hutan adat ditetapkan sepanjang menurut kenyataannya masyarakat hukum adat yang bersangkutan masih ada dan diakui keberadaannya”, dan ayat (4), Pasal 67 UU Kehutanan.

Pemohon menilai sejak berlaku,  UU Kehutanan telah terbukti sebagai alat negara untuk mengambil alih hutan hak kesatuan masyarakat adat dalam mengelola hutan yang kemudian dijadikan hutan negara. Karena itu, mereka meminta MK agar mengubah dan membatalkan beberapa pasal dalam UU Kehutanan itu karena bertentangan dengan Pasal 18B ayat (2), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28G ayat (1), Pasal 28I ayat (3), UUD 1945.

Bambang menuturkan meski hutan masuk sebagai bagian hutan negara, hal itu tidak mengurangi makna eksistensi dan keberlangsungan hutan adat. Masyarakat hukum adat telah diakui keberadaannya dengan persyaratan tertentu yang secara otomatis mengakui adanya hutan adat.

“Ini agar pemohon memahami kedua pasal itu secara menyeluruh. Pasal itu justru memberikan perlindungan dan penguatan terhadap hak pemohon. Memahami secara sebagian akan menimbulkan kerancuan, kalau masyarakat adat diakui berarti juga hutan adat sudah pasti diakui keberadaannya,” jelasnya.

Tags: