Kewenangan Pengawasan Barang Cetakan Diminta Diperjelas
Berita

Kewenangan Pengawasan Barang Cetakan Diminta Diperjelas

Pasca putusan MK, implementasi pengawasan barang cetakan oleh kejaksaan tidak jelas.

Oleh:
Ali
Bacaan 2 Menit
Edwin P Situmorang, Jamintel Kejagung, Foto: Sgp
Edwin P Situmorang, Jamintel Kejagung, Foto: Sgp

Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel) Kejagung Edwin P Situmorang meminta agar DPR segera memperjelas kewenangan kejaksaan dalam mengawasi barang cetakan. Ia menilai kewenangan ini menjadi tak lagi efektif pasca Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan UU No. 4/PNPS/1963 tentang Pengamanan terhadap Barang-Barang Cetakan. 

“Putusan MK itu menyatakan undang-undang ini tak mempunyai kekuatan hukum mengikat. MK menyatakan penyitaan dan pelarangan barang cetakan harus melewati proses pengadilan,” ujarnya dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III di Gedung DPR, Selasa (29/5).

Edwin menilai jaksa-jaksa di bawah jamintel kesulitan untuk menjalankan amanat UU No 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan yang masih memberi kewenangan kepada Kejaksaan untuk mengawasi barang cetakan. Pasal 30 ayat (3) huruf c UU Kejaksaan berbunyi ‘Dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum, kejaksaan turut menyelenggarakan kegiatan: pengawasan peredaran barang cetakan’.

“Dengan dicabutnya UU No.4/PNPS 1963 oleh MK, maka pelaksanaan Pasal 30 ayat (3) ini tak lagi efektif. Ketentuan ini telah kehilangan landasan operasionalnya,” ujarnya.

Berdasarkan catatan hukumonline
, MK memang menyatakan UU No.4/PNPS/1963 bertentangan dengan UUD 1945. Majelis menyatakan kewenangan jaksa agung melarang peredaran barang cetakan (buku) tanpa proses peradilan merupakan salah satu pendekatan negara kekuasaan, bukan negara hukum.

Sementara, MK tak membatalkan Pasal 30 ayat (3) UU Kejaksaan karena ketentuan itu hanya memberi kewenangan pengawasan (bukan pengamanan dan pelarangan) barang cetakan kepada kejaksaan.

Edwin mengungkapkan beberapa waktu lalu ada buku yang beredar di daerah yang isinya mengajak orang untuk melakukan tindak pidana. Beberapa wartawan bertanya kepada Jamintel, mengapa tak melakukan pencegahan. “Kalau undang-undang itu (UU No.4 Tahun 1963,-red) masih ada, Kejaksaan bisa melakukan tindakan preventif. Sekarang kan tak bisa lagi,” jelasnya. 

Karenanya, Edwin berharap aturan ini diperjelas dalam UU Kejaksaan. Yakni, menyangkut aturan operasional Kejaksaan dalam menjalankan kewenangan pengawasan terhadap barang cetakan. Bila memang harus melewati proses pengadilan, maka proses atau hukum acaranya harus diperjelas. Ia berharap ini diakomodir dalam RUU Kejaksaan yang akan dibahas oleh DPR dan Pemerintah.

Anggota Komisi III dari PKS TB Soenmandjaja mengatakan DPR memang sedang mempertimbangkan untuk mengatur kewenangan pengawasan barang cetakan oleh kejaksaan itu lebih lengkap. “Kami memang sedang berencana mengubah UU Kejaksaan. Sebelumnya, di Baleg (Badan Legislasi DPR) ada kajian mengenai hal ini,” ujarnya.

Soenmandjaja berharap Kejaksaan menyampaikan proposal atau usulan mengenai aturan pelaksanaan kewenangan ini. “Suasana pasca reformasi terasa sekali. Eksesnya cukup besar. Jangan ulangi lagi seperti rezim yang lalu. Seperti yang dalam PNPS itu,” tegasnya. 

Ia juga menyatakan DPR mendukung putusan MK. Ke depannya, kewenangan pengawasan barang cetakan oleh kejaksaan ini jangan sampai mengganggu kretivitas dan hak-hak keperdataan orang lain. “Saya setuju pelarangan harus melalui pengadilan. Kami tak apriori. Justru itu menjamin adanya kepastian hukum,” pungkasnya. 

Tags:

Berita Terkait