Agar Tak Tersesat dalam Jual Beli Online
Berita

Agar Tak Tersesat dalam Jual Beli Online

Semakin berkembang transaksi online, semakin besar juga angka kejahatan internet.

Oleh:
Ali
Bacaan 2 Menit
Dosen Hukum Telematika FHUI Edmon Makarim (kiri) bersama Managing Director Hukumonline Andika Gunadarma (kanan). Foto: Sgp
Dosen Hukum Telematika FHUI Edmon Makarim (kiri) bersama Managing Director Hukumonline Andika Gunadarma (kanan). Foto: Sgp

Perkembangan internet di Indonesia semakin pesat. Internet tak hanya lagi dipakai untuk mencari informasi atau sekedar untuk bersosialisasi via social media, tetapi juga makin sering digunakan untuk mencari nafkah. Salah satu caranya adalah transaksi jual-beli secara online. Namun, layaknya di dunia nyata, transaksi jual beli di dunia maya ini harus memenuhi kaidah-kaidah yang ada bila tak mau terjerat masalah hukum.

Dosen Hukum Telematika Fakultas Hukum Universitas Indonesia Edmon Makarim menjelaskan transaksi jual beli meski bersifat online tetap merujuk ke Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer). Di dalam kitab ‘warisan’ Hindia Belanda ini, setidaknya ada tiga pasal yang mengatur prinsip jual beli.

Pasal 1457 KUHPer menjelaskan,‘Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah diperjanjikan’. Jual beli online baru terpenuhi ketika unsur dalam pasal ini terpenuhi.

Pasal 1458 KUHPer berbunyi ‘Jual beli dianggap terjadi pada saat sepakat barang dan harga, meskipun belum diserahkan dan belum dibayar’. Sementara isi Pasal 1459 KUHPer, ‘Hak milik belum berpindah selama belum ada penyerahan’. “Prinsipnya jual beli online juga mengacu ke pasal-pasal ini,” ujar Edmon dalam acara Forum Melek Hukum yang diselenggarakan hukumonline dan kaskus di Jakarta, Minggu (3/6).  

Edmon menjelaskan jual beli online harus dilakukan secara hati-hati. Ia mengatakan seorang penjual barang secara online harus memperhatikan ketentuan di dalam UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Misalnya, foto barang di website harus jelas dari depan, samping, dan beberapa sudut.

“Kalau foto tak jelas dan berbeda dengan barang aslinya, maka perjanjian jual beli bisa batal demi hukum karena tak memenuhi syarat sahnya perjanjian,” jelas Edmon.

Lebih lanjut, Edmon menjelaskan perjanjian jual beli yang menggunakan situs harus memperhatikan perlindungan konsumen. Kejelasan juga tak hanya terhadap objek yang ditransaksikan melainkan juga kepada sistem elektronik dalam website yang digunakan. “Misalnya, bila ada fitur ‘beli’ harus ada notifikasi atau ada fitur bila pembeli berubah pikiran untuk membatalkannya,” jelas Edmon.

Tags: