Buron BLBI Dipulangkan, Pengembalian Aset Tak Jelas
Utama

Buron BLBI Dipulangkan, Pengembalian Aset Tak Jelas

Menkeu belum juga memberi SKK kepada Kejaksaan selaku Jaksa Pengacara Negara.

Oleh:
novrieza rahmi
Bacaan 2 Menit
Jaksa Agung, Basrief Arief (tengah), Foto: Sgp
Jaksa Agung, Basrief Arief (tengah), Foto: Sgp

Jaksa Agung Basrief Arief bersama Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Andhi Nirwanto sempat bertemu Jaksa Agung Amerika Serikat untuk membicarakan sejumlah hal. Salah satunya adalah menindaklanjuti pembicaraan kerjasama di bidang hukum, seperti Mutual Legal Assistance (MLA) dan ekstradisi.

Namun, Basrief membantah apabila pertemuannya dengan Jaksa Agung Amerika Serikat dikaitkan dengan pemulangan buron kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Sherny Kojongian. Menurutnya, pembicaraan mengenai Sherny dilakukan dengan perwakilan Kedutaan Besar RI di Amerika Serikat.

“Jadi, karena sudah tuntas dan ada putusan berkekuatan hukum tetap. Jadi, kami tinggal membawa saja,” katanya usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR, Senin (11/6). Basrief mengatakan, peran Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam pemulangan Sherny adalah melalui tim terpadu yang dipimpin Wakil Jaksa Agung.

Ketika itu, pemerintah Indonesia harus melalui beberapa proses pemulangan buron sesuai ketentuan hukum di Amerika Serikat. Setelah proses berjalan, otoritas setempat memutuskan Sherny dideportasi ke negeri asalnya. Atas putusan itu, Tim Terpadu langsung berkoordinasi dengan Kedutaan Besar RI di Amerika Serikat.

Wakil Jaksa Agung Darmono menjelaskan putusan banding otoritas setempat menyatakan Sherny harus dideportasi ke Indonesia. Rencananya, mantan Direktur Internasional dan Direktur Kredit PT Bank Harapan Sentosa (BHS) ini akan dideportasi dan sampai di Indonesia pekan ini. “Rencananya minggu ini,” ujarnya.

Darmono menyatakan, selaku eksekutor yang tergabung dalam Tim Terpadu, Kejaksaan akan menyiapkan segala sesuatu terkait pemulangan Sherny. Setelah buron kasus BLBI ini sampai di Indonesia, Kejaksaan akan mengeksekusi putusan atas nama Sherny yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkarcht).

Lantas bagaimana dengan aset-aset Sherny yang seharusnya disita untuk menutupi kerugian keuangan negara senilai Rp1,95 triliun? Darmono menuturkan semua kerugian keuangan negara dalam kasus Sherny sudah tertutupi dengan aset almarhum Sudwikatmono, pendiri Bank Surya.

Proses panjang pemulangan Sherny yang hampir 10 tahun lamanya diharap Darmono tidak terulang pada buron kasus BLBI lainnya, seperti mantan Direktur Bank Surya Adrian Kiki Ariawan. Pemerintah Indonesia masih menunggu putusan banding Adrian Kiki yang kini tengah berproses di Australia.

Atas pemulangan Sherny ke Indonesia, anggota Komisi III DPR Nudirman Munir menyambut baik. Namun, yang lebih penting dalam penuntasan kasus BLBI adalah pengembalian kerugian keuangan negara. “Uang yang dibawa kabur itu harus dipertanggungjawabkan, dikemanakan uang itu?” tuturnya.

Anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar ini menuturkan, total pengucuran dana BLBI bukanlah Rp114 triliun sebagaimana perhitungan Bank Indonesia. Menurut penghitungan Nudirman, jumlah keseluruhan dana yang dikucurkan sejak zaman Presiden Soeharto, BJ Habibie, dan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mencapai Rp1370 triliun.

Nudirman mengisahkan, pada era Gusdur pengucuran dana BLBI melebihi Rp800 triliun. Kemudian, pada era Jaksa Agung Hendarman Supandji kasus BLBI telah ditutup dan dianggap selesai. Namun, penutupan kasus ini tidak sejalan dengan pengembalian uang negara yang jumlahnya jauh lebih kecil.

Tengok saja kasus Antony Salim. “Walau sudah selesai, ternyata dia juga yang membeli. Ini kan pelanggaran menurut aturan MSA. Buktinya BCA sekarang dia yang punya. Uang sekitar Rp52 triliun menguap dan BCA dulu dijual kecil sekali. Tidak sesuai dengan kerugian negara,” ungkap Nudirman.

Belum lagi kasus Sukanto Tanoto yang menurut perhitungannya berhutang sekitar Rp37 triliun. Nudirman berpendapat total Rp1370 triliun itu jelas belum dikembalikan sepenuhnya. Uang yang dikembalikan jumlahnya tidak seberapa. Selain itu, tidak diketahui pula kemana saja uang itu mengalir.

Belum dapat SKK
Oleh karenanya, Nudirman mendesak, selain memulangkan buron kasus BLBI, Kejaksaan juga memulangkan aset para buron BLBI. Namun, Basrief mengatakan pada dasarnya kasus BLBI telah selesai dan dihentikan penyidikannya pada tahun 2005-2006. Saat pemaparan, Komisi III DPR juga diturutsertakan.

“Ada beberapa berkas. Seingat saya, masih ada tugas untuk menggugat secara perdata. Masalahnya, untuk menggugat itu, Jaksa harus mendapat Surat Kuasa Khusus (SKK) dari Menteri Keuangan. Jadi, kalau kepastian hukum, toh kalau pun SP3 (penghentian penyidikan) juga merupakan kepastian hukum,” tukas Basrief.

Sebelumnya, Sherny disidang secara in absentia dan seharusnya dieksekusi berdasarkan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta No.125/PID/2002/PT.DKI tanggal 8 November 2002. Sebelum dieksekusi, Sherny melarikan diri. Kasus Sherny berkaitan dengan kasus Hendra Rahardja yang merupakan Komisaris Utama BHS dan Eko Edi Putranto.

Selaku pemegang saham dan Direktur Kredit, pada tahun 1992-1996 Sherny telah memberikan persetujuan pemberian kredit kepada enam grup perusahaan. Selain itu, Sherny, Hendra, dan Eko juga memberikan persetujuan untuk memberikan persetujuan untuk memberikan kredit kepada 28 lembaga pembiayaan yang belakangan diketahui rekayasa.

Kredit tersebut disalurkan kepada grup perusahaan dengan menerbitkan giro tanpa melalui administrasi kredit dan tidak dibukukan. Selanjutnya, beban pembayaran lembaga pembiayaan kepada BHS dihilangkan dan dialihkan kepada grup perusahaan.

Terhadap fasilitas over draft yang telah diberikan BHS, Bank Indonesia telah mengeluarkan surat yang ditujukan kepada Direksi BHS yang pada pokoknya berisi agar BHS menghentikan penyaluran kredit.

Akan tetapi, larangan itu tidak ditaati oleh Sherny. Sebab, Direktur Kredit BHS ini telah telah memberikan persetujuan penarikan dana dan penarikan dana valas yang dilakukan pihak terkait. Atas perbuatan Sherny bersama-sama Hendra dan Eko, negara pun dirugikan sebesar Rp1.950.955.354.200.

Tags: