Membuka Peluang Multibar Bagi Advokat
Utama

Membuka Peluang Multibar Bagi Advokat

Revisi Undang-Undang Advokat menjadi pintu masuk.

Oleh:
Muhammad yasin
Bacaan 2 Menit
Dskusi panel tentang organisasi advokat. Foto: Sgp
Dskusi panel tentang organisasi advokat. Foto: Sgp

Wadah tunggal yang bersifat wajib (compulsory) sudah tak sesuai lagi dengan kondisi objektif dan faktual organisasi advokat saat ini. Faktanya masih ada beberapa organisasi yang punya anggaran dasar dan dewan kehormatan sendiri meskipun UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat menghendaki wadah tunggal. Oleh karena itu, revisi UU Advokat menjadi peluang untuk memperkenalkan sistim multibar.

“Dengan melihat sejarah, dan kondisi objektif Indonesia, lebih tepat multibar menjadi policy,” kata Todung Mulya Lubis di sela-sela diskusi panel tentang advokat yang diselenggarakan DPP IKADIN yang dia pimpin di Jakarta, Selasa (12/6).

IKADIN bekerjasama dengan Center for Indonesian Constitutional Jurisprudence (CIC-Jure) mengundang sejumlah pemangku kepentingan membahas urgensi organisasi advokat dalam sistim hukum dan kekuasaan berdasarkan UUD 1945.

Dalam sistim multibar, ada beberapa organisasi advokat yang masing-masing berdiri sendiri. Multibar dengan payung federasi, di mata Todung, adalah pilihan bijak melihat kondisi objektif saat ini. Kekisruhan organisasi advokat beberapa tahun terakhir telah berdampak buruk bagi advokat dan pencari keadilan. “Konflik antar pengurus profesi advokat yang berkepanjangan di Indonesia menyebabkan organisasi advokat tidak dapat berperan secara maksimal,” tandas Todung.

Mantan hakim konstitusi, HM Laica Marzuki, mengaku tak membayangkan kekisruhan organisasi advokat seperti sekarang. Wadah tunggal bisa jadi pilihan terbaik saat penyusunan UU Advokat. Namun perjalanan selama hampir sepuluh tahun, pilihan kebijakan itu tak sesuai harapan. Organisasi advokat masih terpecah-pecah.

Laica juga mengingatkan wadah atau organisasi bukanlah tujuan, melainkan sebagai alat mencapai tujuan. Jika alat yang dibentuk tidak bisa mencapai tujuan, maka alat itu tak berguna lagi. “Tatkala para anggota single bar association menyaradari bahwa wadah organisasi yang dibentuk tidak dapat lagi mempersatukan mereka, maka mereka dapat saja membentuk wadah federasi advokat,” kata Laica.

Laica menyerahkan sepenuhnya kepada para advokat untuk memilih sistim organisasi. Ia menegaskan konstitusi menjamin kemerdekaan berserikat. Kuncinya sekarang ada di tangan DPR dan Pemerintah sebagai pembentuk undang-undang.

Anggota Komisi III DPR Nudirman Munir menyambut baik gagasan revisi UU Advokat. Politisi Partai Golkar ini menceritakan usulan revisi sudah masuk Badan Legislasi pada 2011 silam. Namun menjelang rapat paripurna penentuan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2012, revisi UU Advokat diturunkan.

Nudirman termasuk anggota DPR yang menyetujui UU Advokat direvisi. “Saya punya keinginan kuat agar segera direvisi,” ujar politisi yang sebelumnya menjalankan profesi advokat ini. Cuma, perubahan dalam waktu dekat sulit dilakukan karena revisi UU Advokat tak masuk Prolegnas 2012.

Momentum perubahan harus dijadikan sebagai titik awal memperbaiki kelemahan-kelemahan UU Advokat. Sebab, setelah hampir sepuluh tahun berjalan, satu persatu kelemahannya ditemukan. Bahkan dengan sembilan kali dimohonkan pengujian ke Mahkamah Konstitusi, bagi hakim konstitusi Akil Mochtar, “Undang-Undang Advokat ini adalah masalah”.

Salah satu hambatan normatif yang perlu dibahas bersama, menurut Laica, adalah Pasal 28 ayat (1) UU Advokat. Pasal inilah yang menetapkan wadah tunggal bagi profesi advokat. Cuma, terbuka tidaknya peluang bagi multibar sangat ditentukan oleh pembentuk undang-undang.

Tags:

Berita Terkait