Mengenal Praktik Hukum Merger di Indonesia
Resensi

Mengenal Praktik Hukum Merger di Indonesia

Buku ini menyajikan tes substansi merger control Indonesia.

Oleh:
FNH
Bacaan 2 Menit
Buku Hukum Merger Indonesia dalam Konteks Hukum Persaingan Usaha karya Perdana A. Saputro. Foto: Sgp
Buku Hukum Merger Indonesia dalam Konteks Hukum Persaingan Usaha karya Perdana A. Saputro. Foto: Sgp

Di dalam dunia ekonomi, merger atau penggabungan dua perusahaan atau lebih merupakan hal yang sudah dikenal dan biasa dilakukan oleh pelaku usaha. Namun, praktik ekonomi ini bukanlah praktik yang dapat dilakukan sesuai keinginan pelaku usaha. Meski memiliki dampak positif, merger juga bisa membawa dampak  negatif.

Untuk mengontrol proses merger, dibutuhkan suatu hukum dan peraturan agar efek negatif tidak muncul dan mengganggu pasar. Hukum merger diperlukan untuk mengatasi adanya kemungkinan monopoli pasar yang bisa menimbulkan distorsi pada kondisi pasar. Di negara manapun, setiap praktik merger selalu mendapatkan kawalan yang ketat dari pemerintah setempat.

Buktinya, General Court of Europe (pengadilan tingkat banding Uni Eropa) membatalkan putusan Uni Eropa terkait dengan merger dua perusahaan travel di Britania Raya, yakni Airtours dan First Choice karena diduga akan menguasai pasar lebih dari 80 persen.

Lalu bagaimana dengan hukum merger di Indonesia? Penjelasan ringkas, namun padat mengenai hukum merger di Indonesia terdapat di dalam buku yang berjudul "Hukum Merger Indonesia dalam Konteks Hukum Persaingan Usaha" karya Perdana A. Saputro. Penulis menjelaskan proses munculnya hukum merger di Indonesia hingga dampak negatif dan positif yang ditimbulkannya.

Buku yang diterbitkan oleh CR Publishing ini bercerita tentang Undang-undang tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat sebagai bentuk kontrol pemerintah terhadap perekonomian. Buku ini menekankan bahwa perjalanan merger control di Indonesia tidak bisa lepas dari hukum persaingan usaha.

Lahirnya hukum persaingan usaha diawali dengan krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997. Hal ini disebabkan oleh kegagalan sistem pasar yang saat itu kegiatan perekonomian hanya dikuasai oleh beberapa pelaku usaha (sistem konglomerasi yang cenderung monopolistik).

Berangkat dari pengalaman tersebut, pemerintah memandang perlu adanya suatu aturan untuk mengatur persaingan usaha di Indonesia. Tidak lama setelah ide itu muncul, pemerintah beserta DPR merampungkan undang-undang guna mengatur merger di Indonesia, yakni UU tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak sehat. Undang-undang ini untuk mengatasi adanya praktik konglomerasi dan monopoli yang berdampak pada kesenjangan sosial.

D
i dalam undang-undang tersebut diatur mengenai pelarangan merger yang dapat mengakibatkan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur di dalam Pasal 27, 28 dan 29 UU Persaingan Usaha. Melalui undang-undang inilah dibentuk Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

KPPU memiliki wewenang untuk memeriksa merger di Indonesia. Berdasarkan Pasal 5 ayat (2) dan (3) PP Merger, batasan nilai aset atau penjualan atau dikenal dengan batasan merger adalah nilai aset sebesar Rp2,5 triliun, nilai penjualan sebesar Rp5 triliun dan khusus untuk bidang perbankan, nilai aset yang berlaku adalah nilai aset yang lebih dari Rp20 triliun.

Di dalam buku ini penulis mengingatkan, pembatasan nilai aset atau penjualan yang terlalu tinggi dalam konteks merger review juga akan mendatangkan permasalahan tersendiri. Akibatnya, rezim merger control tidak bekerja secara efektif karena batasan nilai merger tersebut menjadi tidak realistis dan tidak mencerminkan dalam sistem perekonomian yang ada. Bahkan di dalam titik ekstrem tertentu, tidak ada proses merger yang diperiksa oleh KPPU karena tidak ada proses merger yang mencapai batasan nilai merger yang terlalu tinggi tersebut.

Proses inilah yang perlu mendapatan perhatian dari KPPU untuk terus melakukan kajian secara periodik mengenai batasan merger setiap waktu yang bertujuan untuk memastikan apakah batasan merger tersebut masih sesuai dengan kondisi pasar yang ada dalam mengawal proses persaingan usaha di Indonesia.

Buku ini juga memaparkan cara penghitungan aset atau penjualan. Lebih lanjut panduan merger di Indonesia menjelaskan bahwa nilai aset yang dihitung adalah nilai aset yang berlokasi di Indonesia. Dalam hal nilai penjualan yang dihitung adalah nilai penjualan di wilayah Indonesia (tidak termasuk ekspor), baik yang berasal dari dalam maupun penjualan yang berasal dari wilayah Indonesia.

Selain itu, buku ini juga menjelaskan bagaimana tes substansi  merger di Indonesia. Ada beberapa hal yang harus dilakukan dalam rangka tes control merger di Indonesia dan itu dijelaskan secara detail dalam buku ini.

Jadi, jika anda tertarik untuk memahami persoalan hukum merger di Indonesia, mungkin bisa membaca buku ini di toko-toko buku terdekat. Selain penjelasannya yang ringkas namun padat, buku ini juga dikemas dalam bahasa yang mudah dipahami.

Selamat membaca!

Tags: