Macet Untungkan Pemprov DKI Jakarta
Berita

Macet Untungkan Pemprov DKI Jakarta

Dua advokat yang merasa tidak nyaman atas terjadinya kemacetan menggugat Pemprov dan Presiden RI.

Oleh:
cr-13
Bacaan 2 Menit
Sulit dipungkiri, kemacetan adalah satu masalah besar sekaligus klasik yang terjadi di DKI Jakarta. Foto: Sgp
Sulit dipungkiri, kemacetan adalah satu masalah besar sekaligus klasik yang terjadi di DKI Jakarta. Foto: Sgp

Sulit dipungkiri, kemacetan adalah satu masalah besar sekaligus klasik yang terjadi di DKI Jakarta. Atas masalah ini, sebagian kalangan menyalahkan Pemprov DKI Jakarta. Mereka bahkan menjadikan kemacetan sebagai indikator ketidakbecusan kinerja Pemprov. Agustinus Dawarja dan Ngurah Anditya Ari Firnanda adalah bagian dari kalangan tersebut.

Dua advokat ini memutuskan untuk melayangkan gugatan warga negara atau citizen lawsuit (CLS) terkait masalah kemacetan. Yang disasar Agustinus dan Ngurah tidak hanya Pemprov DKI Jakarta. Termasuk dalam daftar tergugat antara lain Presiden RI, DPRD DKI Jakarta, dan sejumlah partai politik. Gugatan ini didaftarkan sejak akhir Januari 2012 di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Selasa kemarin (19/6), persidangan memasuki tahap pembuktian.

“Hari ini, kita telah memberikan bukti surat terkait putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mengabulkan gugatan warga negara tentang 58 siswa yang tidak lulus ujian nasional dan masyarakat pemerhati pendidikan dan fotokopi KTP,” kata Ngurah.

Dipaparkan dalam berkas gugatan, Agustinus dan Ngurah melayangkan CLS karena mereka merasa sudah tidak nyaman lagi dengan kondisi kemacetan di Jakarta. Kemacetan, menurut penggugat, mengakibatkan pengguna kendaraan kelelahan. Selain itu, kemacetan juga mengganggu kesehatan psikis dan fisik pengguna kendaraan. Penggugat menyatakan kemacetan juga menyebabkan pemborosan dalam hal penggunaan bahan bakar kendaraan bermotor.

Penggugat menyebut pemborosan yang terjadi sekitar Rp153.392.346.000 per hari. Jika dihitung dalam satu tahun, maka total pemborosan mencapai puluhan triliun, atau kurang lebih Rp55.988.206.290.000.

“Akibat kemacetan ini, Pemprov DKI Jakarta sangat diuntungkan. Hal ini berdasarkan ketentuan UU No 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Setiap bahan bakar yang digunakan untuk kendaraan akan dikenakan pajak. Sehingga kesimpulannya, semakin boros penggunaan bahan bakar, Pemprov semakin diuntungkan,” tulis Agustinus dan Ngurah dalam berkas gugatan.

Pemborosan yang terjadi tidak hanya terkait biaya. Menurut penggugat, kemacetan juga menjadi penyebab terjadinya pemborosan waktu kerja efektif. Dengan penghitungan berdasarkan rata-rata waktu tempuh pengguna jalan dalam berkendara di DKI Jakarta pada waktu berangkat dan pulang kerja selama 1,5 jam, penggugat menyatakan tiga bulan hari kerja terbuang sia-sia gara-gara macet.

Penggugat mendalilkan kemacetan terjadi karena banyaknya jumlah kendaraan di DKI Jakarta saat ini tidak diikuti dengan penambahan ruas jalan yang memadai. Menurut penggugat, panjang jalan di Jakarta hanya 7.650 km dan luas jalan 40,1 km atau 0,26 persen dari luas wilayah DKI, sedangkan pertumbuhan panjang jalan hanya 0,01 persen per tahun. Di sisi lain, jumlah kendaraan terus bertambah.

Untuk kendaraan pribadi, jumlah kendaraan yang beredar 11.362.396 unit dan untuk angkutan umum jumlahnya 859.692 unit. Merujuk pada data yang diperoleh dari Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya dan diperkuat data Dinas Perhubungan DKI Jakarta tahun 2008, penggugat menyatakan total jumlah kendaraan yang melaju di jalanan mencapai sekitar 5 juta unit per hari.

Penggugat berpendapat masalah kemacetan yang terus terjadi di Jakarta adalah tanggung jawab para tergugat. Makanya, penggugat menuding para tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum sebagaimana diatur Pasal 1365 KUHPerdata.

Uniknya, Agustinus dan Ngurah tidak sekadar menggugat. Dalam berkas gugatan, mereka juga menuangkan beberapa rekomendasi solusi untuk mengatasi masalah kemacetan. Rekomendasi yang ditawarkan antara lain menaikkan pajak kendaraan bermotor milik pribadi, menaikkan tarif parkir di pinggir-pinggir jalan atau bahkan melarang kendaraan parkirdi badan jalan, pembatasan kendaraan bermotor berdasarkan usia kendaraan, dan moratorium kendaraan baru di wilayah Jabodetabek selama 6-12 bulan ke depan.

Jawaban Presiden
Dalam berkas jawaban, Presiden RI yang diwakili oleh Hermut Achmadi dan Taufik Effendi dari Kejagung, menyatakan menolak gugatan ini dengan alasan CLS tidak memiliki dasar hukum. Penolakan ini dalam rangka mewujudkan tertib hukum dan kepastian hukum di Indonesia.

Menurut Presiden RI selaku tergugat III, keberadaan CLS tidak ada kaitannya dengan kewajiban hakim menggali hukum dan nilai-nilai yang hidup di dalam masyarakat atau biasa disebut penemuan hukum.

“Hukum acara adalah hukum yang mengatur bagaimana caranya melaksanakan hukum materiil, bagaimana aturan permainan dalam melaksanakan tuntutan hak tersebut. Oleh karena itu, hukum acara harus bersifat strict, fixed, correct, pasti dan tidak boleh disimpangi serta harus bersifat memaksa,” tulis tergugat III dalam berkas jawaban, mengutip pendapat Sudikno Mertokusumo, seorang pakar hukum perdata.

Selain itu, tergugat III berpendapat penggugat tidak memenuhi asas hukum perdata point d’interent point d’action yang artinya siapa yang mempunyai kepentingan dapat mengajukan tuntutan hak atau gugatan. “Oleh karena itu, meminta majelis hakim untuk tidak menerima gugatan penggugat dan menyatakan para penggugat tidak mempunyai hak untuk mengajukan gugatan,” pinta tergugat III dalam berkas jawaban.

Tags: