Sistem Kamar Efektif Mulai April 2014
Berita

Sistem Kamar Efektif Mulai April 2014

Ditjen Pranata seringkali kebingungan saat menelaah berkas perkara untuk mengecek persyaratan formil.

Oleh:
ash
Bacaan 2 Menit
Sistem penanganan perkara di MA yang dikenal dengan sistem kamar efektif mulai april 2014. Foto: Sgp
Sistem penanganan perkara di MA yang dikenal dengan sistem kamar efektif mulai april 2014. Foto: Sgp

Sistem kamar dalam hal penanganan perkara ternyata masih belum diterapkan secara utuh di MA. Sebab, sistem kamar yang diluncurkan saat Rakernas MA pada September 2011 itu masih dalam tahap transisi (peralihan) menuju penanganan perkara yang lebih sempurna dan utuh. Karena itu, sistem kamar secara murni diharapkan akan berlaku efektif pada April 2014.

“Berlakunya sistem kamar masih transisi karena beberapa hakim agung masih diperbantukan di kamar lain. Namun, sistem kamar ini akan berlaku efektif secara murni pada April 2014,” kata Panitera Muda Pidana Khusus MA, Sunaryo saat berbicara dalam Workshop bertajuk “Memahami Bahasa Hukum dan Sistem Peradilan di MA” di Gedung MA, Senin (25/6).

Sunaryo menegaskan selama masa transisi ini, Ketua MA dapat menempatkan hakim agung dari lingkungan kamar tertentu ke dalam kamar perkara lain. Dengan ketentuan, pada Kamar Perdata dapat ditempatkan hakim agung yang berasal dari lingkungan peradilan agama dan tata usaha negara.

“Pada Kamar Pidana dapat ditempatkan hakim agung yang berasal dari lingkungan peradilan militer. Jadi dalam masa transisi ini, hakim agung anggota kamar tertentu dapat diperbantukan di kamar lain. Tetapi, Insya Allah April 2014 sistem kamar ini sudah berlaku efektif, mudah-mudahan bisa terpenuhi,” harapnya.

Meski demikian, sistem kamar yang berjalan beberapa bulan ini sudah menunjukkan hasil yang cukup baik terutama dalam percepatan penanganan perkara di MA dan putusan-putusan yang berkualitas. Dijelaskannya, pendistribusian perkara merupakan kewenangan Ketua MA. Namun, ketua MA dapat mendelegasikan kewenangan untuk mendistribusikan perkara kepada ketua kamar masing-masing.

“Kecuali, untuk perkara permohonan grasi, permohonan fatwa, hak uji materi, dan sengketa kewenangan antar lingkungan peradilan,” katanya.

Atas persetujuan Ketua Kamar -bisa dijabat oleh Ketua MA atau Wakil Ketua MA – dapat menarik kembali berkas perkara dari anggota kamar tertentu jika setelah lewat waktu dua bulan, anggota kamar (Pembaca 1, Pembaca 2, atau pembaca 3/ketua majelis) belum memberikan pendapatnya terhadap suatu perkara. “Ini demi terciptanya asas percepatan penanganan perkara dan biaya ringan,” tegasnya.

Dia mengatakan dalam alur penanganan perkara di MA diterima dari pengadilan pengaju lewat biro umum diteruskan kepada Direktur Pranata pada Ditjen badan peradilan yang sesuai.

“Jika berkas perkara dinilai lengkap diserahkan ke Panitera Muda Kamar dengan mencatatnya dalam buku register/catatan perkara, lalu didistribusikan ke Ketua Kamar atau Ketua MA untuk menentukan susunan majelis, pembaca 1 hingga pembaca terakhir,” katanya.   

Ia mengungkapkan dalam proses alur perkara ini ada dua pendapat yang berkembang di MA yaitu ketika Ditjen Pranata menelaah berkas perkara untuk mengecek persyaratan formil. Sementara pendapat lainnya, menelaah persyaratan formil ada pada kewenangan majelis untuk menyatakan perkara dinyatakan tidak dapat diterima (niet ovenkelijk verklaard) karena tidak memenuhi syarat formil.

“Ditjen Pranata sering merasa kebingungan/ragu-ragu ketika berkas perkara tidak memenuhi persyaratan formil, berkas perkara akan dikembalikan ke pengadilan pengaju. Tetapi, ada yang berpendapat berkas perkara bisa diteruskan, persyaratan formil biar majelis yang memutuskan,” ungkapnya.     

Namun, menurutnya Ditjen Pranata hanya mengecek persyaratan formil seperti yang disebutkan dalam Pasal 45A UU No. 5 Tahun 2004 tentang MA. Misalnya, putusan praperadilan, pidana yang ancamannya maksimal satu tahun atau denda. Sementara persyaratan formil yang merupakan kewenangan majelis menyangkut persyaratan formil gugatan/surat kuasa atau dakwaan menyangkut tempus delictie dan locus delictie. “Ini kewenangan majelis hakim agung,” imbuhnya. 

Untuk diketahui, saat Rakernas MA September 2011, MA meluncurkan berlakunya sistem kamar dalam penanganan perkara di MA. Sistem kamar yang berlaku efektif 1 Oktober 2011 itu dikukuhkan lewat SK KMA No 142/KMA/SK/IX/2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Sistem Kamar di MA, SK KMA No. 143/KMA/IX/ 2011 tentang penunjukan Ketua Kamar dalam Sistem Kamar pada MA, SK KMA No. 144/KMA/SK/IX/2011 tentang Hakim Agung sebagai Anggota Kamar Perkara dalam Sistem Kamar pada MA.

Sistem kamar dalam penanganan perkara yang disesuaikan dengan keahlian hakim agung ini terdiri dari lima kamar yaitu kamar pidana (kamar pidana umum dan khusus), perdata (kamar perdata dan perdata khusus), agama, TUN, dan militer. Penerapan sistem kamar ini bertujuan menjaga konsistensi putusan, meningkatkan profesionalisme hakim agung, dan mempercepat proses penanganan perkara di MA. 

Tags: