Ketika Polisi Menjadi ‘Milik’ Pengusaha
Berita

Ketika Polisi Menjadi ‘Milik’ Pengusaha

Dana pengamanan objek vital perlu diawasi.

Oleh:
Rfq
Bacaan 2 Menit
Ketika Polisi menadi milik pengusaha. Foto: ilustrasi (Sgp)
Ketika Polisi menadi milik pengusaha. Foto: ilustrasi (Sgp)

Keberpihakan polisi terhadap pengusaha ketika berhadapan dengan buruh atau masyarakat patut diduga berkaitan dengan dana pengamanan yang diterima polisi. Dalam banyak kasus tampak jelas polisi bukan bertindak sebagai penengah, melainkan berpihak kepada mereka yang membayar. Acapkali polisi berdalih mengamankan objek vital nasional.

Aset-aset PT Freeport Indonesia, misalnya, terus dijaga aparat secara berkesinambungan. Aparat kepolisian menerima dana pengamanan dari perusahaan. Polisi lagi-lagi berdalih mengamankan objek vital, dan tugas mereka di sana diamanatkan Keputusan Presiden No. 63 Tahun 2004 tentang Pengamanan Objek Vital Nasional.

Pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar menuturkan sudah jadi rahasiaumum, aparat kepolisian kerap dilibatkan dalam pengamanan sengketa tanah perkebunan dan pertambangan. Pengusaha lebih memilih ‘membayar’ polisi ketimbang berurusan dengan masyarakat yang kecewadan menuntut tanggung jawab perusahaan.

Padahal, tambah Bambang, telah ada ketentuan yang mengatur larangan agar polisi dan tentara tidak diperbolehkan berbisnis. Sebagai pengayom, polisi semestinya memberikan pengamanan kepada seluruh warga. Belakangan, kata Bambang, perilaku menjadi beking perusahaan perkebunan maupun tambang kembali terjadi. “Kepolisian seperti jadi milik pengusaha. Karena dari dulu polisi dihadapkan pada kue,” ujarnya dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (27/6).

UU Kepolisian, kata Bambang,tidak menyebutkan pendanaan operasional pengamanan. Ketidakjelasan inilah yang sering dijadikan dalih untuk mendapatkan dana dari pemilik ‘objek vital’. Masalahnya, penerima dana itu tidak masuk kas resmi kepolisian sebagai penerimaan negara bukan pajak. “Masuk kantong sendiri. Jenderal itu kaya, kasihan bintara di lapangan. Dalam proses pendekatan keamanan masih mengedepankan kekerasan dan belum lepas dari cengkeraman militeristik,” ujar pensiunan polisi berpangkat Komisaris Besar (Kombes) Pol.

Lebih jauh dosen Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian  (PTIK) ini menuturkan Keppres tentang Pengamanan Objek Vital Nasional kerap dijadikan alasan dalam memberikan pengamanan. Seolah murni memberikan pengamanan terhadap objek vital. Bambang berpandangan akan menjadi persoalan jikalau memberikan pengamanan, aparat meminta dana jasa pengamanan ke perusahaan. Sepanjang menjadi polisi, Bambang menuturkan, perusahaan kerap memberikan jasa pengamanan kepada aparat kepolisian. “Keppres itu hanya jadi kedok, seakan tidak ada apa-apa. Problemnya kalau dia minta duit ke perusahaan, ini yang menjadi masalah,” katanya.

Anggota Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho berpandangan dengan bermodalkan payung hukum Keppres, polisi melakukan pengamanan terhadap objek perusahaan tambang. Dengan pemberian dana jutaan dollar milsalnya yang diberikan Freeport, polisi kerap berkelit. Kendatipun pada kenyataanya polisi menerima dana dari perusahaan Freeport, polisi tidak transparan ke publik dalam memberikan tarif kepada perusahaan yang menggunakan jasa pengamanan. “Naif mereka bilang kurang budget, tapi mereka tidak jelas berapa jasa pengamanan.  Mereka selalu mendasarkan pada Keppres, tapi itu menjadi jalan mereka untuk menarik jasa pengamanan sampai jutaan dollar,” katanya.

Tags: