Opini WTP Jadi Standar Reputasi Publik
Aktual

Opini WTP Jadi Standar Reputasi Publik

Oleh:
ANT
Bacaan 2 Menit
Opini WTP Jadi Standar Reputasi Publik
Hukumonline

Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) menilai opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang dikeluarkan BPK kepada Kementerian/Lembaga seakan menjadi ajang pameran bagi pemimpin di institusi tersebut. Hal ini disampaikan anggota Dewan Pengurus Nasional IAI, Sudriman Said, di Jakarta.


Sudirman mengatakan, laporan keuangan yang mendapatkan opini WTP menjadi standar reputasi publik dalam mengelola pertanggungjawaban keuangan. Namun, WTP menjadi ajang pameran bagi organisasi dan pemimpin saat ini. Akan semakin banyak kepala daerah, menteri, politisi, dan pejabat yang menjual WTP supaya dianggap berhasil mendorong transparansi dan memiliki kemampuan dalam pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan.


Pada dasarnya, proses untuk mendapatkan opini WTP berhubungan dengan pengelolaan transaksi keuangan, penyusunan standar audit dan pelaporan keuangan, perumusan peraturan perundangan, penyiapan tenaga ahli oleh lembaga pendidikan, penyusunan laporan keuangan, dan proses internal audit.


“Organisasi akan memperoleh opini tersebut apabila laporan keuangan dari auditor disusun dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan atau International Financial Reporting Standard (IFRS) atau Standar Audit Pemerintahan,” kata Sudirman.


Sayangnya, laporan keuangan yang mendapatkan opini WTP tidak lagi sekadar menjadi indikator keberhasilan kinerja sebuah entitas bisnis, pemerintah, atau pun kelompok tertentu. Dengan situasi tersebut, kebutuhan organisasi untuk memperoleh opini yang baik semakin besar, seiring dengan pemahaman masyarakat akan urgensi dan prestise atas status pemeriksaan tersebut terhadap mereka.


Untuk itu, keinginan akan adanya laporan keuangan yang berkualitas seharusnya menjadi potensi bagi profesi akuntan untuk memegang posisi strategis untuk berbakti serta beramal dalam memajukan bangsa dan negara, khususnya dalam bidang perekonomian.


“Akuntan membantu menata republik agar pencuri tidak terlalu luar biasa. Makanya, WTP harus dimaknai bukan hanya selembar kertas yang diterbitkan oleh Kantor Akuntan Publik atau BPK. Kalau WTP dimaknai sebagai kepatuhan, maka WTP akan bermakna dapat sertifikasi dan selanjutnya selesai,” ujarnya.


Saat ini tercatat 226.780 organisasi yang mengharapkan opini WTP setiap tahun, yang terdiri dari 398 pemerintah kabupaten, 93 pemerintah kota, 33 provinsi, 34 kementerian, 28 lembaga pemerintah non kementerian, 141 BUMN, 1.007 BUMD, dan 4.042 perusahaan publik. Selain itu, kurang lebih 10.000 LSM, 100.000 yayasan, 108.000 koperasi, 4.000 perguruan tinggi, dan 14 partai politik juga berharap dapat menyandang opini WTP dalam pemeriksaan laporan keuangan tahunan mereka.

Tags: