Pembocor Identitas Anak Terjerat Hukum Bisa Dipidana
Utama

Pembocor Identitas Anak Terjerat Hukum Bisa Dipidana

Ancamannya maksimal lima tahun penjara.

Oleh:
Ali Salmande
Bacaan 2 Menit
Rapat paripurna DPR setujui RUU Sistem Peradilan Pidana Anak, Foto: Sgp
Rapat paripurna DPR setujui RUU Sistem Peradilan Pidana Anak, Foto: Sgp

RUU Sistem Peradilan Pidana Anak akhirnya disetujui di rapat paripurna DPR. Ketua Panja RUU ini Aziz Syamsuddin menjelaskan beberapa isu krusial dalam RUU yang tinggal menunggu tanda tangan presiden ini. Salah satunya adalah kewajiban untuk tidak mempublikasikan identitas anak yang bermasalah secara hukum. Bila ini dilanggar maka sanksi pidana siap menunggu si ‘pembocor’.

“Isu krusial keenam adalah kewajiban untuk tidak mempublikasikan perkara anak,” ujarnya ketika menyampaikan laporan di ruang rapat paripurna DPR, Selasa (3/7).

Bila merujuk ke RUU ini, sebenarnya larangan bukan untuk mempublikasikan perkara anak, melainkan identitas anak yang bermasalah secara hukum. Pasal 19 ayat (1) berbunyi ‘Identitas anak, anak korban, dan/atau anak saksi wajib dirahasiakan dalam pemberitaan di media cetak ataupun elektronik’.

Sedangkan, Pasal 19 ayat (2)  memperjelas bahwa ‘Identitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi nama Anak, nama Anak Korban, nama Anak Saksi, nama orang tua, alamat, wajah, dan hal lain yang dapat mengungkapkan jati diri Anak, Anak Korban, dan/atau Anak Saksi’.

Bila kewajiban merahasiakan identitas ini dilanggar maka bersiaplah menghadapi sanksi pidana. Sanksinya pun tak main-main. Pasal 97 menyatakan ‘Setiap orang yang melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).’

Ditemui usai rapat paripurna, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Amalia Sari Gumelar menilai larangan untuk memberikan labelisasi terhadap anak-anak yang bermasalah secara hukum bukan aturan yang baru. “Itu sudah diatur dalam UU Perlindungan Anak,” ujarnya.

Pasal 64 UUNo. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak memang memberi perlindungan kepada anak yang berhadapan dengan hukum dan korban anak dari pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk menghindari labelisasi. Namun, berdasarkan penelusuran hukumonline, dalam UU No. 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak itu tak mencantumkan sanksi pidana yang tegas sebagaimana yang tercantum dalam RUU Sistem Peradilan Pidana Anak ini.

Sebelumnya, Anggota Panja RUU SPPA,Bukhori Yusuf menjelaskan, bilaidentitas anak yang bermasalah secara hukum dibuka kepada publik dikhawatirkan mempengaruhi psikologis anak tersebut. “Bila dibuka ke publik, kehidupannya akan menjadi gelap,” jelasnya.

Bukhori menjelaskan sanksi pidana dan denda diberikan kepada pembocor identitas anak karena selama ini masih saja ada anak yang bermasalah secara hukum tetap terbuka identitasnya. “Selama ini masih terbuka. Tak ada perbedaan sama sekali,” jelasnya.

Meski begitu, Bukhori menilai sanksi pidana ini tak ada kaitannya dengan pers. Ia berpendapat sanksi pidana dan denda diberikan kepada penegak hukum yang membocorkan identitas anak yang bermasalah secara hukum. “Tak ada kaitannya dengan media, yang membocorkan itu kan biasanya petugas,” pungkasnya. 

Tags: