Umumkan Eksekusi Satono, Kasi Pidsus Kena Sanksi
Berita

Umumkan Eksekusi Satono, Kasi Pidsus Kena Sanksi

Konferensi pers Kasi Pidsus mengenai eksekusi dan alat monitoring center diduga membuat Kejaksaan kehilangan jejak Satono.

Oleh:
nov/ant
Bacaan 2 Menit
Marwan Effendy, Jampidsus Kejagung. Foto: Sgp
Marwan Effendy, Jampidsus Kejagung. Foto: Sgp

Pelarian mantan Bupati Lampung Timur Satono masih menjadi misteri. Sejauh ini, Kejaksaan belum menemukan indikasi keterlibatan Kasie Pidsus Kejaksaan Negeri (Kejari) Bandar Lampung dan anak buahnya dalam membantu pelarian buron terpidana korupsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Lampung Timur ini.

Jaksa Agung Muda Pengawasan Kejagung Marwan Effendy mengatakan timnya telah memeriksa Kasi Pidsus Kejari Bandar Lampung, Asisten Intelijen Kejaksaan Tinggi Lampung, dan dua penuntut umum perkara Satono. Namun, tim belum menemukan indikasi keterlibatan mereka dalam pelarian Satono.

“Sementara ini kami belum mendapat petunjuk dia (Kasi Pidsus) berhubungan langsung dengan Satono, baik dari telepon-teleponnya maupun kesaksian-kesaksian. Sudah ada sekitar 12 orang saksi yang kami periksa, termasuk supirnya,” katanya, Jum’at (6/7).

Meski belum menemukan indikasi keterlibatan jaksa, tim menemukan pelanggaran administrasi yang dilakukan Kasi Pidsus Kejari Bandar Lampung Teguh Heriyanto. Marwan membeberkan, sebagai seorang Kasi, Teguh tidak memiliki kewenangan untuk memberikan keterangan pers terkait kebijakan.

"Ada kesalahan, sebagai seorang Kasi tidak boleh memberikan pers rilis. Harusnya itu kewenangan Kasi Penkum, Kajati, atau Kajari. Dia melakukan konferensi pers (soal eksekusi Satono), termasuk alat monitoring center yang kami punya. Ya kabur dong (Satono),” ujarnya.

Marwan menjelaskan, peraturan mengenai pejabat yang berwenang memberikan keterangan pers, ada di dalam Peraturan Jaksa Agung. Seorang Kasi atau jaksa dapat memberikan keterangan pers hanya jika terkait perkara yang ditanganinya, bukan mengenai kebijakan.

Mantan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus ini mencontohkan, “misalnya, di sidang, dia ditanya oleh wartawan. Itu boleh silakan, tidak apa-apa. Tapi, ini kan kebijakan, kewenangan pimpinan. Hanya itu kesalahan dia. Mungkin saja gara-gara itu, Satono jadi tahu, HP-nya pun dia hilangkan, sehingga tidak bisa dilacak”.

Lantas bagaimana dengan informasi adanya rekaman pembicaraan oknum jaksa memerintahkan Satono kabur yang terekam alat Adhyaksa Monitoring Center? Marwan membantah adanya rekaman tersebut. Menurutnya, tidak ada rekaman pembicaraan, yang ada hanya rekaman konferensi pers Kasi Pidsus kepada wartawan.

Oleh karenanya, Marwan mengaku rekomendasi sanksi telah diserahkannya kepada Jaksa Agung. Namun, dia belum mau memberitahukan sanksi apa yang direkomendasikan kepada Teguh. Sebab, peraturan kepegawaian menyebutkan bahwa sanksi tidak boleh diumumkan sebelum diberitahukan kepada yang bersangkutan.

Sejak diputus bersalah oleh Mahkamah Agung (MA), Kejari Bandar Lampung telah melayangkan dua kali surat panggilan eksekusi kepada mantan Bupati Lampung Timur Satono. Namun, ketika akan dijemput untuk dieksekusi, tim jaksa eksekutor tidak menemukan Satono.

Satono telah dimasukkan ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) Kejaksaan. Pelarian Satono diduga melibatkan sejumlah jaksa dari Kejari Bandar Lampung dan Kejaksaan Tinggi Lampung. Ada empat jaksa yang diperiksa Tim Pengawasan dari Jaksa Agung Muda Pengawasan Kejagung.

Keempat jaksa itu adalah Kasi Pidsus Kejari Bandar Lampung Teguh Heriyanto, penuntut umum Eka Hafstarini dan Khohar, serta Asisten Intelijen Kejati Lampung Sarjono Turin. Pemeriksaan dilakukan karena diduga ada keterlibatan oknum jaksa yang memfasilitasi dan membantu Satono melarikan diri.

Satono adalah terpidana korupsi APBD Lampung Timur yang diputus bersalah oleh MA beberapa waktu lalu. Sebelum diputus bersalah, Satono dituntut 12 tahun penjara karena dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur pasal 2 ayat (1) UU Tipikor.

Akan tetapi, majelis hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang yang diketuai Andreas membebaskan Satono dari dakwaan korupsi APBD Lampung Timur sebesar Rp107 miliar di Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Tripanca Setiadana. Modusnya, dana kas daerah sebesar itu dipindahkan ke BPR Tripanca Setiadana milik Sugiharto Wiharjo.

Dana itu raib lantaran BPR dinyatakan bangkrut dan ditutup oleh Bank Indonesia karena menyalahi aturan pengelolaan keuangan daerah. Kebijakan ini mengakibatkan dana pembangunan tak bisa dicairkan. Namun, putusan bebas ini dibatalkan oleh MA. Majelis kasasi memutus Satono bersalah dan menjatuhkan hukuman 15 tahun penjara.

Selain pidana penjara, MA juga menjatuhkan pidana denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan. Satono juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp10,586 miliar. Apabila Satono tidak membayar uang pengganti tersebut paling lama satu bulan, harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti.

Apabila harta benda tidak mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka Satono akan dipidana dengan pidana penjara selama 3 tahun. Putusan ini dijatuhkan secara bulat pada tanggal 19 Maret 2012 oleh majelis kasasi yang diketuai Djoko Sarwoko beranggotakan Prof Komariah E Sapardjaja, Krisna Harahap, Leopold Hutagalung, dan MS Lumme.

Majelis berkesimpulan Satono terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut. Satono dianggap terbukti menjaminkan uang kas daerah kepada bank yang tidak dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Perbuatan Satono, menurut MA, mengakibatkan pembangunan tidak berjalan lancar karena uang pembangunan itu mengendap di bank yang sudah dibekukan. Satono juga menerima bunga bank sebesar Rp10,586 miliar. Atas dasar putusan MA, Kejari Bandar Lampung telah melayangkan surat panggilan eksekusi.

Sementara itu, Kepala Kejaksaan Tinggi Lampung Pohan Lasphy, menegaskan tidak akan melindungi jaksa yang terbukti melakukan kesalahan. "Jika memang terbukti ada jaksa yang terlibat dalam pelarian terpidana Satono (mantan Bupati Lampung Timur, Red), saya tidak akan melindungi staf yang salah," kata Pohan di Bandarlampung, Jumat.

Dia mengatakan, hasil pengusutan oleh tim Jamwas Kejagung berkaitan keterlibatan itu, akan ditindaklanjuti oleh Kejati setempat, namun hingga hari ini laporannya belum diketahui. "Tidak ada kewajiban tim tersebut memberikan laporan terhadap saya, karena mereka hanya berhak memberitahukan kepada yang memberikan perintah, yakni Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan," kata dia.

Dia menyatakan bahwa yang berhak memberikan hukuman disiplin adalah Jamwas Kejagung. "Saya akan mendukung apa pun keputusan Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan Kejaksan Agung nantinya," kata dia lagi.

Tags: