ICW: Foke dan Alex Teratas dalam Politik Uang
Utama

ICW: Foke dan Alex Teratas dalam Politik Uang

Harus ada pembeda antara biaya politik dan politik uang.

Oleh:
Ali Salmande/Ant
Bacaan 2 Menit
Pasangan Cagub Incumbent Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli. Foto: Sgp
Pasangan Cagub Incumbent Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli. Foto: Sgp

Peneliti Indonesia Corruption Watch Apung Widadi mengatakan masa kampanye pemilukada DKI Jakarta yang dimulai sejak 27 Juni hingga 5 Juli 2012 marak dengan politik uang. Berdasarkan pantauan ICW dan LBH Jakarta yang melibatkan masyarakat sipil, setidaknya ada sekitar 20 kasus dugaan politik uang di Pemiliukada DKI Jakarta. Ia memprediksi kasus semacam ini akan bertambah hingga pemungutan suara pada 12 Juni 2012 mendatang.

Apung mengungkapkan praktik politik uang justru terbanyak dilakukan oleh Cagub Incumbent Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli sebanyak 12 pelanggaran. Posisi kedua ditempati Cagub No.6 Alex Noerdin-Nono Sampono sebanyak tujuh pelanggaran. Posisi ketiga ditempati oleh Calon Independen Hendardji-Riza dengan satu pelanggaran.

“Aktor pelaku politik tersebut adalah pasangan calon sendiri, tim sukses, pejabat RT/RW, dan tokoh masyarakat,” ujar Apung di Kantor LBH Jakarta, Jumat (6/7).

Lebih lanjut, Apung mencatat beberapa modus politik yang dilakukan para calon tersebut. Yakni, (1) Pembagian uang secara langsung, (2) Pemberian ambulans; (3) Pengobatan gratis; (4) Pembagian doorprize dan undian;

Selain itu juga berbentuk (5) Pembagian tunjangan dan asuransi; (6) Pembagian paket umrah; (7) Mobilisasi RT/RW; (8) Pembagian uang di majelis taklim dan masjid; (9) Liburan dan tamasya gratis; (10) Memanfaatkan gaji untuk RT dan RW; (11) Politisasi birokrasi.

Apung menjelaskan besaran politik uang di DKI Jakarta yang ditemukan berkisar Rp20 ribu hingga Rp6 juta, selain itu ada juga bantuan ambulans dan asuransi sebesar Rp3 juta. Ia menjelaskan modusnya cukup baru yakni dengan meminta pemilih mencatatkan namanya seakan-akan pemilih adalah relawan calon tersebut.

Temuan di lapangan, Apung menuturkan disinyalir ada upaya dari tim sukses Fauzi Bowo untuk mengarahkan mencoblos surat suara yang sudah mempunyai kode atau tanda-tanda tertentu. Modus lainnya, beberapa pasangan calon akan memberikan uang kepada pencoblos jika pemilih tersebut memperlihatkan foto dari handphone atau kamera bahwa pasangan itu yang dicoblos.

“Jika benar mencoblos pasangan calon tertentu, maka imbalannya adalah uang dengan kata lain modus ini disebut, modus pasca bayar,” jelasnya.

Apung mengaku kecewa dengan kinerja Panwaslu yang seharusnya mengawasi praktik politik uang ini. Ia menilai fungsi pengawasan Panwaslu selama ini cenderung tidak bertaji, bahkan seperti macan ompong. Meski begitu, ia tetap akan melaporkan temuan ini ke Panwaslu. “Kami berharap mereka lebih serius lagi,” ujarnya.

Larangan Politik Uang
Pasal 117 ayat (2) UU Pemda

Setiap orang yang dengan sengaja memberi atau menjanjikan uang atau materi lainnya kepada seseorang supaya tidak menggunakan hak pilihnya, atau memilih Pasangan calon tertentu, atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya menjadi tidak sah, diancam dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah)


Terpisah, Nachrowi Ramli –cawagub pasangan Fauzi Bowo-geram dituduh melakukan politik uang. "Kami tidak akan pakai politik uang. Akhir-akhir ini pasangan nomor satu sering difitnah. Satu putaran dibilangnya pakai duit, padahal nggak," tegas Nachrowi yang akrab disapa Nara saat berkampanye di hadapan ratusan pendukung di GOR Senen, Jakarta Pusat, Jumat (6/7).

Nara menegaskan, tim pemenangan pasangan Foke-Nara akan mendeklarasikan Satgas Anti Politik Uang (SAPU) yang akan bertugas mengawasi jika ada pihak yang melakukan praktik politik uang. "Deklarasi SAPU akan digelar di Tugu Proklamasi besok siang. Satgas akan mengawasi, dan yang bermain uang akan ditangkap," cetusnya.

Biaya Politik
Koordinator Bidang Politik ICW Abdullah Dahlan menjelaskan bahwa ada pembedaan antara politik uang atau biaya politik (cost politic). Yang dilarang UU Pemda adalah politik uang. Lalu bagaimana membedakan antara politik uang atau biaya politik? Abdullah mengatakan ukurannya adalah batas kewajaran.

Ia mencontohkan bila orang yang berkampanye menggunakan motor lalu diberikan ‘uang bensin’ sebesar Rp5 ribu. Bila mengacu kepada pasal itu secara tegas, ini memang bisa dikategorikan sebagai politik uang. Namun, ia menilai tindakan itu masih taraf wajar sehingga dapat dikategorikan cost politic. “Kalau dikasih Rp200 ribu baru tak wajar,” jelasnya.

Terpisah, Deputi Direktur Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Veri Junaidi mengakui definisi politik uang dalam UU Pemda itu terlalu luas. Ia mengatakan ada kerancuan antara politik atau logistik (biaya) kampanye. “Mestinya harus ada perbedaan,” ujarnya.

Veri mencontohkan peraturan yang berlaku di Meksiko. Di sana, suatu pemberian uang atau materi lainnya baru dikategorikan sebagai politik uang bila ada kesepakatan (baik tertulis maupun lisan) bahwa si pemilih akan memilih pasangan yang memberikan uang atau materi lainnya itu. “Jadi, harus ada kesepakatan,” ujarnya.

Bila si calon memberikan uang atau benda lainnya tanpa ada janji pemilih akan memilih dia, maka itu bukan politik uang. Namun, uang atau benda yang diberikan dihitung sebagai belanja kampanye yang dibatasi oleh undang-undang. Bila belanja kampanye itu melewati batas maka hukuman akan menanti si calon.

“Kalau di Indonesia mau diterapkan seperti ini, maka batasi dulu biaya (belanja) kampanye untuk setiap calon,” pungkasnya. 

Tags: