Diperlukan Regulasi untuk Stabilkan Harga di Pasar
Utama

Diperlukan Regulasi untuk Stabilkan Harga di Pasar

YLKI menilai pengawasan pemerintah terhadap harga sembako menjelang Ramadhan masih lemah.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit
Harga sembako di pasar tradisional merangkak naik jelang ramadhan. Foto: ilustrasi (Sgp)
Harga sembako di pasar tradisional merangkak naik jelang ramadhan. Foto: ilustrasi (Sgp)

Ramadhan tinggal menghitung hari. Namun, harga sembilan bahan pokok (sembako) di pasar domestik mulai merangkak naik sejak awal Juni. Sayangnya, kenaikan harga sembako tidak dibarengi oleh pengawasan yang ketat dari pemerintah. Hal ini dikatakan Koordinator Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Sudaryatmo, Senin (16/7), di Jakarta.

Problem melesatnya harga sembako pra Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri seakan menjadi tradisi. Banyak pedagang nakal yang sengaja mengambil kesempatan untuk mencari keuntungan dari situasi ini. Menurut Sudaryatmo, hal itu disebabkan minimnya peran pemerintah dalam mengawasi kepastian harga sembako di pasar domestik.

"Pemerintah seharusnya membuat regulasi untuk menahan dan menentukan harga pasar," kata Sudaryatmo ketika dihubungi hukumonline.

Sudaryatmo mengatakan, banyak negara tetangga yang menerapkan penentuan harga melalui regulasi sehingga pemerintah dapat lebih bertanggung jawab terhadap harga sembako terutama ketika akan memasuki hari-hari besar keagamaan seperti Ramadhan dan Idul Fitri. Hal itu berbanding terbalik dengan di Indonesia.

"Dengan kondisi yang seperti sekarang, posisi konsumen menjadi lemah dengan gejolak di pasar global," tuturnya.

Dia menjelaskan bahwa persoalan ini juga disebabkan oleh buruknya struktur pasar domestik di Indonesia. Adanya pasokan supply dan demand  yang distortif mengakibatkan harga pasar dengan mudah dimainkan oleh pelaku usaha atau pedagang. Akibatnya, pasar dapat dikuasai dengan mudah oleh segelintir orang.

"Untuk itu, perlu regulasi penentuan harga pasar untuk menindaklanjuti perihal ini," ujarnya.

Selain itu, Sudaryatmo menyayangkan dipangkasnya fungsi Badan Urusan Logistik (Bulog) oleh pemerintah. Saat ini, Bulog hanya berfungsi sebagai pengawas harga beras di pasar domestik, padahal sebelumnya lembaga itu juga mengawasi sembako.

“Sayang kenapa harus dipangkas dalam kondisi kita tidak memiliki undang-undang atau aturan yang jelas soal penetapan harga,” katanya.

Menteri Perdagangan Gita Wirjawan mengakui gejolak harga sembako selalu muncul ketika masa-masa sebelum Ramadhan hingga Idul Fitri. Menurutnya, penentuan harga  di pasar tergantung kepada supply dan demand yang mencukupi.

Namun, kata Gita, persoalan tersedianya logistik dan kenaikan harga di masa seperti ini tidak hanya terletak pada supply dan demand, tapi dipengaruhi oleh keterbatasan prasarana transportasi. “Untuk mengatasi persoalan logistik ini prasanana transportasi harus segera diperbaiki,” kata Gita saat konferensi pers di Kantor Kementerian Perdagangan (Kemendag), di hari yang sama.

Gita mengingatkan jika Indonesia menginginkan stabilitas harga sembako di pasar domestik, peran masyarakat sebagai konsumen juga harus diperbaiki. Ia  menilai masyarakat Indonesia memiliki kebiasaan yang kurang baik dalam mengkonsumsi sembako dengan melewati batas kewajaran.

“Semakin tinggi permintaan, harga semakin naik. Makanya kebiasaan konsumsi kita juga mesti diperbaiki,” ujarnya.

Untuk menjaga stabilitas harga di pasar, Gita berjanji Kementeriannya akan melakukan penyuluhan dan sosialisasi dengan sehingga stabilitas harga akan dapat diterapkan di Indonesia. Salah catu cara yang bisa dilakukan Kemendag adalah menggelar Pasar murah  selama Ramadhan.

Pasar murah ini bekerja sama dengan asosiasi-asosiasi logistik yang ada di Indonesia. " Pasar murah akan dilaksanakan di beberapa titik di Indonesia, baik di pulau Jawa maupun luar pulau Jawa," pungkasnya.

Tags: