Lion Air Kembali Digugat Penumpang
Berita

Lion Air Kembali Digugat Penumpang

Gunakan alasan sama dengan gugatan penumpang lain yang dikabulkan majelis hakim.

Oleh:
hrs
Bacaan 2 Menit
PT Lion Mentari Airlines kembali digugat penumpang. Foto: Sgp
PT Lion Mentari Airlines kembali digugat penumpang. Foto: Sgp

Awal Juli lalu, PT Lion Mentari Airlines oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dihukum membayar ganti rugi pada dua penumpangnya. Prasetyo Agung Wahyu dan Budi Santoso, kedua penumpang itu. Mereka geram lantaran alasan kelebihan penumpang, Lion Air mengalihkan jadwal penerbangan keduanya pada pesawat yang berangkat esok hari.

Peristiwa itu terjadi 19 Oktober 2011. Pada tanggal tersebut, Lion Air tidak dapat mengangkut semua penumpang tujuan Manado-Jakarta dengan alasan kursi penuh, overseat.

Nasib serupa dialami Rolas Budiman pada hari dan tujuan yang sama. Mengikuti jejak Prasetyo dan Budi, Rolas pun mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 25 Januari 2012 dan meminta ganti kerugian material sebesar Rp25.814.300 dan immaterial sebesar Rp500 juta.

Rolas dan Budi mempunyai dalil yang sama. Kerugian terjadi, karena penerbangan ditundak, Rolas telah melewatkan ulang tahun anaknya. Akibatnya dia mengalami kerugian immaterial. Serta, kerugian dari pembelian jamuan makanan untuk para tamu sebanyak 50 orang.

Ditambah lagi, khusus untuk gugatan ini, Rolas menarik Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Republik Indonesia sebagai tergugat II.

Rolas berpendapat Ditjen Perhubungan Udara Kemenhub perlu menjadi pihak yang digugat. Pasalnya, Kemenhub sudah seharusnya mengevaluasi pelayanan manajemen atau pelayanan rute yang diselenggarakan oleh Lion Air sebagaimana diatur dalam Pasal 14 PP Nomor 40 Tahun 1995 tentang Angkutan Udara.

“Menteri melakukan evaluasi terhadap potensi jasa angkutan udara dan kapasitas angkutan udara sebagai dasar untuk pembukaan rute baru dari penambahan kapasitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 serta mengumumkan hasil evaluasi sekurang-kurangnya enam bulan.”

Selain meminta Kemenhub untuk memperhatikan kinerja Lion Air, Rolas juga meminta Kemenhub untuk mencabut izin usaha dan izin rute penerbangan Lion Air tujuan Jakarta-Manado dan Manado-Jakarta.

Menurut Kuasa Hukum Rolas Budiman Sitinjak, Rizky Suciandi, Kemenhub perlu ditarik menjadi pihak supaya ada tindakan tegas dan maskapai ini lebih bertanggung jawab. Karena, Lion Air sering terlambat dalam menerbangkan atau memberangkatkan penumpangnya.

Bahkan, dalam kasus ini penumpang gagal diberangkatkan karena alasan melebihi daya angkut pesawat.

Untuk itu, Kemenhub seharusnya tidak perlu menunggu waktu lama untuk mengeluarkan sanksi yang tegas kepada maskapai penerbangan ini. Melihat tidak ada upaya yang serius dalam menangani persoalan Lion Air, Rizky menilai tindakan Kemenhub dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum.

“Ditariknya Kemenhub agar ada tindakan tegas kepada maskapai ini dan bisa lebih bertanggung jawab,” tukas Rizky yang ditemui sebelum persidangan, Rabu (25/7).

Menanggapi hal ini, Kemenhub menolak semua dalil-dalil yang ditujukan kepadanya. Heri Agus Dwiyanto, Kuasa Hukum Ditjen Perhubungan Udara Kemenhub, memaparkan bahwa izin usaha dan izin rute suatu badan usaha angkutan udara adalah bukan produk dari keputusan tata usaha negara yang dikeluarkan oleh pejabat tata usaha negara.

Dengan demikian, merupakan kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara untuk menyatakan Keputusan Tata Usaha Negara tersebut dicabut, batal, atau tidak sah sebagaimana diatur dalam Pasal 53 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1986 juncto UU No. 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

“Untuk itu, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak mempunyai kewenangan untuk menyatakan dicabut, batal, atau tidak sahnya suatu Keputusan Tata Usaha Negara,” tulis Heri dalam berkas jawabannya.

Selain itu, Heri juga menolak untuk disangkutpautkan dengan kasus ini. Menurutnya dalam berkas jawaban, sengketa tidak terangkutnya penumpang dengan suatu pesawat udara dalam rute tertentu, tidak ada kaitannya dengan Kemenhub.

Karena Ditjen Perhubungan Udara Kemenhub hanya bertugas sebagai regulator. Jika ditilik dari tugasnya, Ditjen Perhubungan Udara Kemenhub pun mengakui telah melakukan tugasnya dengan baik, yaitu telah mengeluarkan kebijakan yang memperhatikan kepentingan kedua belah pihak sebagaimana tertuang dalam Pasal 35 ayat (1) huruf b sampai dengan Pasal 37 Permenhub No. 25 Tahun 2008.

Meskipun demikian, majelis hakim menyatakan tidak sependapat dengan Tergugat II. “Majelis berpendapat bahwa Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berwenang mengadili perkara ini,” ucap Antonius Widiyanto, Rabu (25/7).

“Untuk itu, kita tidak perlu melanjutkan agenda putusan sela,” lanjutnya lagi. Putusan majelis pun diterima kedua pihak tanpa kehadiran Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub.

Tags:

Berita Terkait