Bupati Buol Pernah Minta Bantuan ke PT Sonokeling
Berita

Bupati Buol Pernah Minta Bantuan ke PT Sonokeling

Mengarahkan petani plasma PT Sonokeling di Buol untuk memilih Amran Batalipu menjadi bupati saat berlangsungnya pilkada.

Oleh:
fat
Bacaan 2 Menit
Bupati Buol Amran Batalipu usai diperiksa KPK. Foto: Sgp
Bupati Buol Amran Batalipu usai diperiksa KPK. Foto: Sgp

Putra pengusaha Artalyta Suryani (Ayin), Rommy Dharma Setiawan diperiksa KPK terkait penyidikan kasus dugaan suap penerbitan izin Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit di Buol, Sulawesi Tengah (Sulteng). Kedatangan Rommy ke gedung KPK didampingi oleh penasihat hukum Ayin, Teuku Nasrullah. "Saya antar saudara Rommy, putranya Bu Artalyta," katanya, Kamis (26/7).

Dalam kesempatan tersebut, Nasrullah menceritakan awal mula digarapnya lahan perkebunan kelapa sawit yang ada di Buol. Ia menjelaskan, pada tahun 1994 silam, PT Hardaya Inti Plantation (HIP) dan PT Cipta Cakra Murdaya (CCM) yang dimiliki pengusaha Siti Hartati Cakra Murdaya mengajukan permohonan izin lokasi di Buol. Lalu, terbitlah lahan izin lokasi seluas 75 ribu hektar.

Tapi, pada tahun 1999, keluarlah peraturan menteri agraria yang intinya setiap satu wilayah provinsi, tiap perusahaan maupun holding memiliki jatah lahan lokasi maksimal 20 ribu hektar. Maka itu, PT HIP dan PT CCM hanya memperoleh jatah lahan seluas 20 ribu hektar dari semula 75 ribu hektar. Sehingga, terdapat lahan yang menganggur seluas 55 ribu hektar.

Tak lama setelah keluar peraturan menteri agraria tersebut, kemudian mulai bermunculan sejumlah perusahaan lain untuk mengisi lahan yang masih kosong. Perusahaan tersebut adalah PT LIU dari Korea dan PT Agro yang mendapat izin lokasi perkebunan di atas lahan seluas 19 ribu hektar.

Namun, pada tahun 2010 izin lokasi lahan untuk PT LIU dan PT Agro diakhiri oleh Pemerintah Kabupaten Buol. Kemudian, pada tahun itu pula PT Sonokeling Buana yang dimiliki Rommy masuk ke Buol dan menggarap lahan yang ditinggalkan PT LIU dan PT Agro. "Dengan harapan, dan komitmen bahwa PT Sonokeling ini diberikan izin lokasi harus melakukan plasma inti. Intinya adalah perusahaan plasmanya adalah petani-petani," katanya.

Menurut Nasrullah, Rommy mau berinvestasi di Buol dengan catatan tak ada praktik suap menyuap di dalamnya. Bupati Buol Amran Batalipu pun menyanggupinya. Amran meyakinkan tak akan ada suap menyuap selama PT Sonokeling berinvestasi di Buol. Tapi juga tak gratis. Amran meminta agar masyarakat yang menjadi pekerja plasma di PT Sonokeling diarahkan memilih Amran dalam pilkada bupati 2012.

"Yang memang diminta oleh pak bupati, masyarakat plasma itu nanti yang sekitar 6000 orang, kalau pilkada diarahkan untuk memilih bupati (Amran)," ujar Nasrullah.

Menurut Nasrullah, Rommy pun menyanggupi permintaan Amran ini. Saat pilkada berlangsung, Rommy menjalankan komitmennya dengan menyampaikan ke para petani agar bisa memilih Amran sebagai bupati. Penyampaian ini dilakukan tak saat kampanye. Ia menegaskan, bantuan Rommy hanya berupa anjuran ke petani plasma. Sehingga tak ada bantuan yang berbentuk dana yang diberikan Rommy.

"Tidak pernah membantu dana. Hanya menyampaikan kepada petani. Tidak ada kampanye, hanya menyampaikan kepada petani plasma bahwa ada permintaan bupati untuk anda memilih beliau," tutur Nasrullah.

Pernyataan Nasrullah ini hampir senada dengan yang diutarakan Penasihat Hukum Amran, Amat Ente Daim. Sebelumnya, Amat mengatakan bahwa, uang yang diterima kliennya yang menjabat sebagai bupati di Buol tersebut merupakan dana bantuan kampanye dari pemilik PT HIP. Menurutnya, bukan hanya kliennya saja yang menerima dana kampanye dari PT HIP, tapi sejumlah calon bupati lain juga menerima. Hampir di seluruh tempat yang terdapat aset PT HIP di dalamnya juga diberikan dana kampanye.

Sebagaimana diketahui, KPK menetapkan Amran sebagai tersangka karena diduga menerima suap terkait penerbitan HGU perkebunan kelapa sawit di Buol, Sulawesi Tengah. KPK menduga Amran menerima hadiah sekitar Rp3 miliar dari PT HIP milik Siti Hartati Cakra Murdaya. Selain Amran, dua petinggi di PT HIP juga ditetapkan sebagai tersangka. Keduanya yakni Gondo Sudjono dan Yani Ansori diduga sebagai pihak penyuap. Mereka diduga melanggar Pasal 5 Ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi.

Tags: