Hakim Ad Hoc Nilai Dakwaan Miranda Kadaluwarsa
Berita

Hakim Ad Hoc Nilai Dakwaan Miranda Kadaluwarsa

MA menegaskan tentang daluwarsa itu.

Oleh:
fat
Bacaan 2 Menit
Miranda Swaray Goeltom diruang sidang pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: Sgp
Miranda Swaray Goeltom diruang sidang pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: Sgp

Satu dari lima hakim yang memeriksa perkara Miranda Swaray Goeltom sependapat dengan penasihat hukum terdakwa. Bahwa, salah satu pasal dakwaan penuntut umum KPK telah kadaluwarsa.


Sikap itu ditunjukkan Sofialdi, anggota majelis hakim untuk terdakwa Miranda. Sehingga, putusan sela majelis hakim menjadi tak bulat, Selasa (31/7).


Sekalipun, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menetapkan perkara Miranda dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi-saksi. Artinya, nota keberatan (eksepsi) baik dari terdakwa maupun tim penasihat hukumnya, ditolak oleh majelis hakim.


Sofialdi, hakim ad hoc ini, sependapat dengan tim pembela Miranda, bahwa penggunaan Pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor telah daluwarsa. Alasannya, penggunaan Pasal 13 UU 31 Tahun 1999 yang memiiki ancaman pidana penjara paling lama tiga tahun tersebut memiliki jangka waktu daluwarsanya, yakni enam tahun setelah perkara terjadi.


Hal ini sesuai dengan Pasal 78 KUHP. "Hak menuntut hukuman gugur karena lewat waktunya. Oleh karena Pasal 13 UU Pemberantasan Tipikor paling lama tiga tahun. Perkara ini terjadi pada Juni 2004, sehingga sudah daluwarsa pada Juni 2010," tutur Sofialdi.


Meski begitu, ia tak menampik bahwa UU Pemberantasan Tipikor merupakan ketentuan yang bersifat lex specialist. Tapi, untuk pendapat jangka waktu lebih atau daluwarsa yang berlaku adalah hukum pidana formil, dalam hal ini Pasal 78 KUHP. Dengan begitu, dalil keberatan tim penasihat hukum terdakwa khusus mengenai daluwarsanya Pasal 13 UU Pemberantasan Korupsi masuk dalam materi nota keberatan.


Karena itu, lanjut Sofialdi, eksepsi tim penasihat hukum harus dinyatakan dapat diterima. Sehingga majelis hakim harus menyerahkan berkas perkara Miranda ke KPK. Namun, di kemudian hari KPK masih bisa melakukan penuntutan kembali.

Tags: