Vonis Pengadilan Korupsi Dinilai Masih Rendah
Utama

Vonis Pengadilan Korupsi Dinilai Masih Rendah

MA berharap ICW dapat memainkan peran pentingnya dalam memantau proses rekrutmen para hakim ad hoc tipikor.

Oleh:
Agus sahbani
Bacaan 2 Menit
Pengadilan Tipikor dinilai masih sering jatuhkan vonis ringan. Foto: Sgp
Pengadilan Tipikor dinilai masih sering jatuhkan vonis ringan. Foto: Sgp

Sejumlah LSM yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Anti Korupsi diantaranya Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Indonesia Legal Rountable (ILR) menyambangi gedung MA untuk menyerahkan hasil pemantauan koalisi terhadap kasus korupsi per 1 Agustus 2012.

Setidaknya ada 71 terdakwa korupsi telah divonis bebas oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Kasus vonis korupsi yang dinyatakan bebas itu terbesar terjadi di Surabaya dengan 26 terdakwa, menyusul Samarinda 15 terdakwa, Semarang dan Padang masing-masing 7 terdakwa, dan sebagian kecil daerah lain.

“Memang secara total jumlah kasus korupsi yang divonis bebas tidak sebanding dengan yang divonis penjara, namun terhadap kasus yang divonis penjara tetap menjadi perhatian kita,” kata Peneliti ICW Donal Faridz kepada wartawan di Gedung MA, Rabu, (1/8).

Meski demikian, ia menilai umumnya vonis yang dijatuhkan Pengadilan Tipikor tergolong masih rendah. “Penjatuhan pidana penjara bagi koruptor tergolong rendah, hanya berkisar 1-2 tahun. Hingga saat ini, bahkan tidak ditemui koruptor yang divonis penjara di atas 10 tahun oleh Pengadilan Tipikor,” katanya.

Temuan lainnya, kata Donal, penjatuhan vonis bersalah atau hukuman penjara tidak dibarengi perintah penahanan terhadap terdakwa. Bahkan, terdakwa hanya dikenakan status tahanan kota.

Koalisi yang juga mencatat adanya temuan kejanggalan vonis bebas dari sejumlah kasus korupsi di tingkat pengadilan pertama. Donal menyebutkan diantaranya, kasus terdakwa Salehuddin, Ketua DPRD Kabupaten Kutai Kertanegara, I Gede Winasa, Bupati Jembrana, yang saat ini masih dalam proses kasasi di MA. “Dari hasil eksaminasi yang dilakukan, menurut koalisi kasus tersebut dinilai tidak patut dibebaskan. Alasannya, terdapat kekeliruan hakim dan jaksa penuntut umum yang menyebabkan vonis bebas menjadi kontroversial,” paparnya.

MA menyambut laporan hasil eksaminasi publik atas penanganan kasus korupsi dan kinerja Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi. Ia mengatakan laporan itu bermanfaat bagi lembaganya yang bisa menjadi bahan evaluasi aparat peradilan.

Sambutan Positif
“MA menyambut baik apa yang sudah dilakukan koalisi termasuk di dalamnya rekan-rekan ICW sebagai bentuk monitoring dan kontrol publik,” kata Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Ridwan Mansyur.

Seperti dituturkan Ridwan, laporan koalisi ini, siang tadi diterima langsung oleh Ketua Muda Tindak Pidana Khusus MA, Djoko Sarwoko bersama dua hakim agung tindak pidana khusus. MA, kata Ridwan, memang tidak sanggup mengawasi kinerja hakim pengadilan tipikor sendirian.

“Pak Djoko mengatakan butuh aspirasi masyarakat dan LSM dalam rangka mengawasi kinerja pengadilan di daerah untuk bekerja lebih maksimal,” ujar Ridwan.

Djoko Sarwoko, tutur Ridwan, juga mengharapkan peran pentingnya ICW dalam memantau proses rekrutmen para hakim ad hoc tipikor. “Peran ICW khususnya dalam hal memantau sepak terjang, latar belakang, dan profil para hakim ad hoc yang sedang diseleksi itu,” harapnya.

Tags: