Advokat Uji UU KPK
Utama

Advokat Uji UU KPK

Terkait penyidikan ganda kasus dugaan korupsi Simulator SIM.

Oleh:
agus sahbani/rofiq hidayat
Bacaan 2 Menit
Advokat uji UU KPK terkait penyidikan ganda kasus dugaan korupsi Simulator SIM. Foto: Sgp
Advokat uji UU KPK terkait penyidikan ganda kasus dugaan korupsi Simulator SIM. Foto: Sgp

Polemik penyidikan ganda kasus dugaan korupsi simulator SIM (driving simulator) antara Polri dan KPK akhirnya bergulir ke MK. Tiga warga negara yang berprofesi sebagai advokat yakni Habiburokhman, Maulana Bungaran, dan Munathsir Mustaman secara resmi mendaftarkan permohonan pengujian Pasal 50 ayat (3) UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK.

Pemohonan uji materi ini merupakan bentuk dukungan konkret agar penanganan kasus driving simulator di Korps Lalu Lintas hanya disidik oleh KPK. Karena itu, pemohon meminta MK mempertegas penafsiran frasa “kepolisian atau kejaksaan tidak berwenang lagi melakukan penyidikan” dalam Pasal 50 ayat (3) UU KPK.

“Pasal 50 ayat (3) UU KPK sepanjang frasa ‘kepolisian atau kejaksaan tidak berwenang lagi melakukan penyidikan’ sepanjang tidak dimaknai wewenang penyidikan kepolisian atau kejaksaan dalam undang-undang selain undang-undang ini (UU KPK, red.) dihapuskan karena bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945,” kata salah satu pemohon, Habiburokhman saat mendaftarkan permohonan di gedung MK Jakarta, Senin (6/8).  

Selengkapnya, Pasal 50 ayat (3) UU KPK berbunyi, “Dalam hal Komisi Pemberantasan Korupsi sudah mulai melakukan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepolisian atau Kejaksaan tidak berwenang lagi melakukan penyidikan."

“Sehingga menjadi jelas dalam hal KPK sudah melakukan penyidikan, maka wewenang penyidikan hanya ada pada KPK. Kepolisian atau Kejaksaan tidak berwenang menyidik perkara tersebut walaupun Kepolisian atau Kejaksaan dalam KUHAP dan UU Kejaksaan berwenang untuk melakukan penyidikan terhadap tindak pidana korupsi,” tegasnya. 

Ia menilai frasa “Kepolisian atau Kejaksaan tidak berwenang lagi melakukan penyidikan” tidak jelas. Menurut Habiburokhman, seharusnya diperjelas wewenang penyidikan Kepolisian dan Kejaksaan yang mana dan diatur di undang-undang mana yang menjadi hilang atau dihapuskan setelah KPK mulai melakukan penyidikan.

Menurutnya, frasa dalam Pasal 50 ayat (3) UU KPK menimbulkan ketidakpastian hukum seperti yang terjadi dalam penyidikan ganda kasus dugaan korupsi pengadaan simulator SIM.

“Penyidikan ganda yang dilakukan Polri dan KPK dalam perkara yang sama dan dengan tersangka yang sama jelas bertentangan dengan asas kepastian hukum dan bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 karena menjadi tidak jelas atas dasar penyidikan yang mana kelak persidangan perkara itu akan dilaksanakan,” papar Habiburokhman.

Pemohon juga menyayangkan sikap petinggi Polri yang bersikukuh ingin terus menyidik kasus simulator SIM dengan dalih kewenangan Polri diatur dalam KUHAP. “Sikap itu secara tegas mengabaikan ketentuan Pasal 50 ayat (3) UU KPK yang sebenarnya telah menghapus kewenangan Kepolisian dan Kejaksaan untuk menyidik perkara Tipikor yang sudah disidik oleh KPK,” tegasnya.

Makanya, pemohon berpendapat frasa “Kepolisian atau Kejaksaan tidak berwenang lagi melakukan penyidikan” seharusnya dimaknai wewenang penyidikan yang dimiliki Kepolisian atau Kejaksaan sebagaimana diatur dalam UU Kejaksaan dan KUHAP.

Dimintai komentarnya, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Boy Rafli Amar mengatakan pengujian undang-undang ke MK adalah hak setiap warga negara. Makanya, Boy mempersilakan bagi siapapun yang ingin menempuh langkah hukum itu. “Silakan saja, tidak ada masalah, itu hak warga negara,” ujarnya diplomatis.

Ditegaskan Boy, Polri adalah institusi yang patuh hukum. Untuk itu, kata dia, Polri pun siap menjadi pihak terkait apabila diperlukan nanti dalam proses persidangan pengujian undang-undang di MK.

Sebagaimana diketahui, saat ini muncul polemik antara Polri dan KPK terkait penanganan kasus dugaan korupsi simulator SIM. Masing-masing lembaga mengklaim berwenang menyidik kasus tersebut. Walaupun sejumlah kalangan, khususnya LSM anti korupsi, mendesak agar Polri menyerahkan penanganan kasus simulator SIM kepada KPK, Polri bergeming.

Dalam kasus ini, salah seorang tersangka adalah mantan Kakorlantas Irjen Pol Djoko Susilo. Djoko yang terakhir menjabat sebagai Gubernur Akademi Kepolisian sebelum akhirnya dicopot, diduga menyalahgunakan kewenangannya dalam pengadaan simulator kendaraan roda dan roda empat di Korlantas tahun anggaran 2011.

Tags: