Polri dan DPR Musuh Kebebasan Pers 2012
Berita

Polri dan DPR Musuh Kebebasan Pers 2012

Untuk ketujuh kalinya Polri ditetapkan sebagai penghambat kebebasan pers.

Oleh:
Ady
Bacaan 2 Menit
Polri dan DPR musuh kebebasan pers tahun 2012. Foto: Sgp
Polri dan DPR musuh kebebasan pers tahun 2012. Foto: Sgp

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mencatat dalam periode Agustus 2011 – Juni 2012 terdapat 45 kasus tindak kekerasan yang menimpa jurnalis. Menurut Koordinator Divisi Advokasi AJI Indonesia, Aryo Wisanggeni, pelaku tindak kekerasan yang paling disorot adalah aparat keamanan. Aparat kepolisian tercatat melakukan enam kasus tindak kekerasan terhadap jurnalis dan empat kasus melibatkan TNI.

Tindak kekerasan itu menurut Aryo sebagian besar terjadi ketika jurnalis meliput berbagai aksi penolakan masyarakat atas rencana pemerintah menaikkan harga BBM beberapa waktu lalu. Bagi Aryo, tindak kekerasan yang dilakukan tak lepas dari cara yang digunakan aparat keamanan dalam menangani berbagai kasus kekerasan yang dialami jurnalis.

Polisi, Aryo melanjutkan, melakukan pembiaran terhadap berbagai kasus kekerasan itu, tidak ada tindak lanjut yang konkret.

Untuk DPR, Aryo melihat kekerasan yang dialami oleh jurnalis tidak hanya bersifat fisik, tapi juga lewat serangkaian kebijakan yang diterbitkan. Misalnya UU Intelijen Negara, UU Konflik Sosial dan lainnya. “Dengan ini AJI Indonesia menyimpulkan dua musuh kebebasan pers 2012 adalah Polri dan DPR RI,” kata Aryo dalam perayaan hari ulang tahun ke-18 Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia di Jakarta, Selasa (7/8).

Buat Polri, ini adalah kali ketujuh korps baju coklat itu ditetapkan sebagai musuh kebebasan pers oleh AJI. Sebelumnya yaitu pada tahun 2000, 2003, 2004, 2005, 2006 dan 2008. “Itu menunjukkan reformasi institusi Polri hanya retorika,” kata Ketua Umum AJI Indonesia, Eko Maryadi lewat siaran pers yang diterima hukumonline.

Salah satu kasus tindak kekerasan terhadap jurnalis yang dinilai dibiarkan tidak tuntas berdasarkan pantauan AJI Indonesia adalah kasus yang menimpa Fuad Muhammad Syarifuddin alias Udin dari harian Bernas. Jurnalis yang bekerja di wilayah Yogyakarta itu tewas pada 16 Agustus 1996. Pada kesempatan yang sama, Eko Maryadi, secara tegas menyebut AJI Indonesia akan mengawal penyelesaian kasus Udin.

Melihat berbagai tindak kekerasan yang menimpa jurnalis, Eko menilai perusahaan media tidak memberikan perlindungan yang memadai terhadap pekerja media, khususnya jurnalis. Hal tersebut sangat mempengaruhi keselamatan jurnalis dalam menjalankan tugasnya di lapangan, serta berkaitan dengan kebebasan pers.

Tags: