Kejagung Tidak Keberatan Aturan Seponeering
RUU Kejaksaan:

Kejagung Tidak Keberatan Aturan Seponeering

Pengenyampingan perkara dilakukan setelah mendengar pertimbangan DPR. Selama bukan ‘persetujuan’, Kejaksaan tak mempersoalkan.

Oleh:
Nov
Bacaan 2 Menit
Kejaksaan Agung tidak keberatan aturan Seponeering. Foto: Sgp
Kejaksaan Agung tidak keberatan aturan Seponeering. Foto: Sgp

Setelah ditetapkan dalam rapat paripurnasebagai usul inisiatif, DPR akan memulai pembahasan Revisi Undang-undang (RUU) No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan dengan pemerintah. Secara internal, Kejaksaan juga telah menggelar rapat pembahasan RUU Kejaksaan dengan sejumlah tenaga ahli dan Keluarga Besar Purna Adhyaksa (KBPA).

Dalam rapat yang dipimpin Wakil Jaksa Agung, Darmono, dibahas sejumlah poin RUU Kejaksaan. “Pada intinya tidak begitu banyak terjadi perubahan mendasarlah, misalnya penanganan putusan.Ini masih pembahasan, nanti juga masih dibahas dengan Kemenkumham,” ujarDarmono, Kamis (09/8).

Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) Fakultan Hukum Universitas Indonesia juga melakukan kajian terhadap RUU Kejaksaan yang telah dirampungkan DPR. Dalam kajiannya, MaPPI mendukung pembentukan Kesekjenan Kejaksaan RI untuk menggantikan posisi Jaksa Agung Muda Pembinaan (Jambin).

Kemudian, terhadap fungsi Kejaksaan sebagai eksekutor putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap, MaPPI merekomendasikan agar Kejaksaan dan Mahkamah Agung sama-sama konsisten menjalankan peraturan internal masing-masing, seperti Surat Edaran Mahkamah Agung No. 01Tahun 2011.

Dalam ketentuan yang mengatur mengenai Penyampaian Salinan dan Petikan Putusan ini, patokan eksekusi adalah ”petikan” amar putusan. Batas waktu penyampaian salinan putusan adalah ”14 hari kerja”, kecuali untuk perkara Acara Cepat yang menggunakan ketentuan pasal 226 KUHAP.

Selain itu, mengenai kewenangan Jaksa Agung mengenyampingkan perkara (seponeering) sebagaimana diatur dalam Pasal 35 ayat (1) huruf d RUU Kejaksaan, MaPPI juga memberi catatan. Dalam Pasal 35 huruf c UU Kejaksaan, Jaksa Agung memiliki kewenangan untuk mengenyampingkan perkara demi kepentingan umum.

Penggunaan seponeering itu pernah dilakukan dalam penanganan perkara dua mantan pimpinan KPK, Bibit S Rianto dan Chandra M Hamzah. Persoalan muncul ketika DPR mengeluarkan RUU Kejaksaan, yang salah satu pasalnya menyatakan Jaksa Agung dapat mengenyampingkan perkara demi kepentingan umum dengan “pertimbangan DPR”.

Tags: