Mahkamah Konstitusi Tolak Permohonan Syaiful Jamil
Utama

Mahkamah Konstitusi Tolak Permohonan Syaiful Jamil

UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tak memberikan penjelasan tentang ‘kelalaian’ dalam suatu kecelakaan.

Oleh:
ASh
Bacaan 2 Menit
MK tolak permohonan pengujian Pasal 310 UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Foto: Sgp
MK tolak permohonan pengujian Pasal 310 UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Foto: Sgp

Majelis Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan menolak permohonan pengujian Pasal 310 UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang dimohonkan penyanyi dangdut Syaiful Jamil. “Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua Majelis MK, Moh Mahfud MD saat membacakan putusannya di gedung MK Jakarta, Senin (13/8).

Lewat kuasa hukumnya, Saiful Jamil memohon pengujian Pasal 310 UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, khususnya pada frasa “kelalaiannya” dan “orang lain” yang menyebabkan dirinya berstatus terdakwa. Menurut pemohon Pasal 310 UU Lalu Lintas tidak memberikan penjelasan secara khusus mengenai frasa “kelalaiannya” dan “orang lain” menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan bagi pemohon.

Ketiadaan penafsiran atau penjelasan resmi mengenai definisi frasa “kelalaiannya” memunculkan definisi yang bersifat subjektif baik dari majelis hakim, jaksa, dan ahli. Padahal yang menjadi korban dalam musibah kecelakaan di Tol Cipularang adalah istri sah pemohon (Virginia Anggraini), bukan orang lain. Sebab, dalam UU Perkawinan, suami istri itu kesatuan lahir batin, bukan orang lain.

Pemohon meminta frasa “kelalaiannya” dan ‘orang lain” dalam Pasal 310 UU Lalu Lintas dibatalkan karena bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945. Syaiful sendiri telah didakwa Pasal 310 UU Lalu Lintas yang perkaranya tengah disidangkan di PN Purwakarta. Syaiful dianggap lalai yang mengakibatkan istrinya (orang lain) meninggal dunia dalam kecelakaan di jalan tol Cipularang pada 3 September 2011 lalu.

Mahkamah berpendapat Pasal 310 UU Lalu Lintas telah memberikan jaminan dan perlindungan bagi siapapun yang menjadi korban kelalaian termasuk suami, istri, anak, atau anggota keluarga lainnya. “Konsep bahwa istri, suami, atau anggota keluarga yang lain adalah satu kesatuan yang bukan orang lain berdasarkan Pasal 1 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak relevan untuk dipertentangkan dengan Pasal 310 UU Lalu Lintas, “ kata Hakim Konstitusi Anwar Usman saat membacakan pertimbangan hukumnya.

Terkait hak konstitusional yang dirujuk yakni Pasal 28G ayat (1) UUD 1945, menurut Mahkamah pasal itu tidak melarang negara melalui undang-undang menjatuhkan pidana terhadap orang yang nyata-nyata lalai.

Dengan demikian, adanya ancaman pidana terhadap orang yang lalai seperti diatur Pasal 310 UU Lalu Lintas tidak bertentangan dengan UUD 1945. “Permohonan pemohon harus dinyatakan tidak beralasan menurut hukum,” katanya.

Kuasa hukum pemohon, RM Tito Hananta sangat menyayangkan putusan MK ini. Sebab kesempatan untuk memberikan penafsiran terhadap makna kelalaiannya tidak dipergunakan oleh hakim-hakim konstitusi. “Sebaiknya hakim MK mengambil kesempatan ini untuk memberikan penafsiran tentang makna kelalaian karena di dalam KUHP dan UU Lalu Lintas, makna kelalaian itu belum ada definisinya. Ini yang sebenarnya kita minta,” Katanya.

Meski demikian, pihaknya akan tetap melakukan pembelaan kepada Syaiful dalam kasus pidananya di PN Purwakarta. “Kami akan mengajukan ahli yang dapat mementahkan dakwaan jaksa. Jadi, pembelaan kami tidak akan terpengaruh dengan hasil putusan MK ini,” kata Tito.

Tags: