Calon Hakim Ad Hoc Tipikor Didominasi Advokat
Utama

Calon Hakim Ad Hoc Tipikor Didominasi Advokat

Profesi hakim ad hoc memang cocok untuk calon yang berlatar belakang advokat. Syaratnya, diikuti moral yang baik.

Oleh:
AGUS SAHBANI
Bacaan 2 Menit
 Otto Hasibuan Ketua Umum Peradi. Foto: Sgp
Otto Hasibuan Ketua Umum Peradi. Foto: Sgp

Panitia Seleksi Calon Hakim Ad Hoc Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) masih terus menampung dan meminta masukan dari masyarakat terkait rekam jejak 89 calon hakim ad hoc yang dinyatakan lulus seleksi tertulis. Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) pun dimintai masukan karena sebagian besar calon hakim ad hoc tipikor berlatar belakang advokat.

"Lebih banyak advokat. Mungkin di atas 50 persen,” ujar Wakil Ketua Panitia Seleksi Calon Hakim Ad Hoc Tipikor 2012, Suhadi saat dihubungi wartawan di Jakarta, Kamis (6/9).

Meski demikian, Suhadi melihat para advokat yang mengikuti seleksi memiliki kualitas yang cukup bagus. “Mereka itu jawabannya bagus pada saat tes tertulis, terutama soal yang menyangkut bedah kasus,” kata dia.

Suhadi menegaskan telah meminta bantuan kepada sejumlah lembaga untuk meminta masukan atas beberapa calon yang berasal dari advokat. Tujuanya untuk mengetahui rekam jejak para calon. Karena itu, pihaknya sudah meminta informasi dari masyarakat soal latar belakang peserta terutama dari kalangan advokat.

“Yang jelas, kami sudah mengirim surat yang berisi permohonan bantuan penelusuran kepada ICW, KY, dan MaPPI FHUI, kalau surat permintaan ke PERADI bisa ditanyakan ke Pak Djoko Sarwoko selaku ketua panitia,” kata Suhadi.

Hakim Agung ini menambahkan para hakim ad hoc tipikor yang terpilih nanti akan menambah jumlah hakim ad hoc pada Pengadilan Tipikor yang sudah dibentuk. Menurutnya, jumlah hakim ad hoc tipikor yang ada di Indonesia dinilai masih jauh dari cukup.

“Jadi, ini awalnya untuk mengisi kekurangan hakim-hakim. Ketika yang diresmikan 15 Pengadilan Tipikor, ada yang hakim tingginya hanya dua orang dalam satu pengadilan. Di tingkat pertama hanya ada tiga orang. Jadi ini untuk menambah yang sudah ada,” terangnya.

Sebelumnya, Mahkamah Agung menunda pelaksanaan profile assessment (penilaian kepribadian) dan wawancara seleksi calon hakim ad hoc tipikor tahap IV 2012 yang sedianya akan dilaksanakan pada 4-7 September diundur menjadi 17-20 September 2012. Penundaan ini dimaksudkan untuk mendapat masukan lebih banyak mengenai catatan rekam jejak 89 peserta seleksi calon hakim ad hoc tipikor ini.

Dari 89 calon terdiri dari 50 calon untuk tingkat pertama dan 39 calon untuk tingkat banding. Secara khusus, MA meminta masukan/tanggapan dari ICW, MaPPI FHUI, KY terhadap rekam jejak 89 calon hakim ad hoc tipikor yang lulus seleksi tertulis itu.

MA membutuhkan sekitar 76-80 hakim ad hoc tipikor lagi untuk melengkapi jumlah hakim ad hoc sebelumnya dengan target sekitar 244 orang. Diantaranya, 16 hakim ad hoc tipikor untuk empat pengadilan negeri di Jakarta. Saat ini, MA baru memiliki 179 hakim ad hoc tipikor yakni 4 hakim ad hoc tingkat pertama di 33 pengadilan negeri dan 2 hakim ad hoc tingkat banding di 30 Pengadilan Tinggi seluruh Indonesia.

Jangan Curiga
Saat dikonfirmasi, Ketua Umum PERADI Otto Hasibuan mengaku telah menerima surat dari MA terkait permintaan masukan rekam jejak calon yang berasal dari advokat. “Benar kita sudah menerima surat dari MA, nanti kita akan memberi penilaian atas advokat yang akan menjadi calon hakim ad hoc tipikor,” kata Otto.

Otto mengaku sudah mengirim surat ke sejumlah perwakilan PERADI di daerah untuk memberikan penilaian calon. Sebab, yang mengetahui rekam jejak mereka adalah ketua DPC PERADI setempat. “Kami sudah kirim surat ke PERADI daerah untuk memberikan penilaian, nanti ada form penilaian dari rekan-rekan sesama advokat untuk menilai mereka,” kata Otto.

Ditanya soal tudingan miring hakim ad hoc yang berlatar belakang advokat, Otto meminta meminta masyarakat tidak bisa mencurigai advokat saja. Menurutnya, semua latar belakang profesi yang menjadi hakim ad hoc tipikor patut dicurigai. “Jangan karena satu dua orang advokat yang bermasalah saat menjadi hakim ad tipikor, lalu semua advokat dianggap bermasalah,” katanya.

Profesi hakim ad hoc, kata Otto, memang cocok untuk kalangan yang berlatar belakang advokat dengan syarat diikuti dengan moral yang baik. “Dibanding dengan profesi lain, menurut saya advokat lebih cocok karena mereka ini praktisi,” tegasnya.

Secara khusus, ia mengapresiasi upaya MA untuk melacak rekam jejak para calon hakim ad hoc tipikor demi mendapatkan calon yang berintegritas terutama yang berlatar advokat. “Kami hargai upaya MA yang masih peduli terhadap integritas kami untuk melacak rekam jejak para calon lebih mendalam. Justru sekarang ini menjadi tugas berat kami untuk memberi penilaian.”

Tags: