Posisi Perdamaian dan Uang Duka dalam Laka Lantas
Utama

Posisi Perdamaian dan Uang Duka dalam Laka Lantas

Pemberian uang duka bisa menunjukkan iktikad baik pelaku. Banyak putusan hakim memberikan penilaian positif.

Oleh:
MYS/HRS
Bacaan 2 Menit
Foto: ilustrasi kecelakaan (Sgp)
Foto: ilustrasi kecelakaan (Sgp)

Jumlah korban kecelakaan lalu lintas selama musim Lebaran 2012 meningkat dibanding periode tahun sebelumnya. Data resmi menunjukkan selama musim Lebaran tahun ini, 869 orang meninggal dunia, lebih dari 1000 orang luka berat, dan lebih dari 4000 orang luka ringan. Tahun lalu, jumlah korban meninggal 779 orang.

Sebagian korban mengalami kecelakaan sendiri, sebagian lagi karena tertabrak orang lain. Apapun penyebab kecelakaan tersebut, penyelesaian secara hukum merupakan salah satu solusi yang diambil. Dalam konsep hukum pidana, kecelakaan baik karena sengaja atau kealpaan, adalah tindak pidana. Bisa terancam Pasal 359 atau 360 KUHP. “Membuat orang cidera, orang menjadi sakit dalam pengertian luka secara fisik, merupakan suatu tindak pidana,” tandas dosen hukum pidana Universitas Indonesia, Eva Achjani Zulfa.

Acapkali pula terjadi perdamaian antara pelaku/penabrak dengan keluarga korban. Dalam konteks yang terakhir, biasanya diiringi dengan pemberian uang duka dan penandatanganan perdamaian. Di satu sisi, pelaku memberikan sejumlah uang (santunan) kepada keluarga korban, dan di sisi lain keluarga korban memaafkan kesalahan pelaku. Lantas, bagaimana posisi uang duka dan perdamaian itu menurut hukum?

Penelusuran yang dilakukan hukumonline terhadap sejumlah putusan pengadilan yang relevan menunjukkan hakim selalu mempertimbangkan uang duka dan perdamaian itu dalam putusan. Dalam putusan PN Batang No. 227/Pid.Sus/2011, majelis hakim menghukum terdakwa karena menabrak penyeberang jalan hingga tewas. Salah satu unsur yang meringankan bagi terdakwa adalah “telah memberikan santunan kepada keluarga korban”.

Dalam putusan No. 188/Pid.B/2010, PN Mamuju menghukum terdakwa karena tidak membunyikan klakson dan tidak mengerem sehingga mobil yang dikendarai terdakwa menabrak korban hingga tewas. Hukuman terdakwa lebih ringan karena terdakwa telah berdamai dengan keluarga korban. Dalam putusan ini, majelis hakim berpendapat salah satu tujuan hukum adalah menciptakan kembali ketertiban dalam masyarakat. Perdamaian dan pemberian santunan dinilai majelis sebagai bukti tercapainya tujuan hukum tersebut.

Putusan PN Wonogiri No. 56/Pid. B/2011 juga menganggap pemberian santunan, meskipun hanya sebesar lima juta rupiah, kepada keluarga korban sebagai unsur yang meringankan. Spirit yang sama bisa dibaca dari putusan PN Pandeglang No. 35/Pid.B/2011, dan banyak putusan lain yang bisa diakses di laman resmi Mahkamah Agung. Putusan Mahkamah Agung memandang bahwa perdamaian dalam perkara pidana bernilai tinggi.

Tetapi pembayaran uang duka dan perdamaian yang dicapai antara pelaku dan korban tidak menghapuskan unsur pidana kecelakaan lalu lintas. Jadi, bukan penghapus tindak pidana. “Pembayaran uang duka atau uang santunan itu pada dasarnya bukan merupakan suatu bentuk pertanggungjawaban pidana,” kata Eva Achjani Zulfa.

Ditegaskan Eva, pembayaran uang duka dari pelaku bukanlah bentuk penyelesaian kasus secara pidana. Namun dalam perkembangan, hukum pidana telah mengenal mediasi penal yang memungkinkan memediasi perkara pidana. Inilah wujud perubahan paradigma pemidanaan.

Secara pribadi, Eva juga tidak menafikkan kemungkinan penyelesaian kasus kecelakaan lalu lintas secara kekeluargaan. Dalam suatu kecelakaan yang benar-benar tidak dikehendaki dan derita korban tidak terlalu parah, korban mau memaafkan, dan mau menyelesaikan di luar pengadilan. “Kalau kedua belah pihak sudah setuju, beban negara untuk menangani perkara-perkara semacam itu bisa berkurang,” ujarnya.

Neng Djubaidah, juga dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia, punya pengalaman menyelesaikan kasus kecelakaan lalu lintas melalui perdamaian. Setelah anaknya ditabrak, polisi dan keluarga pelaku datang menemui Neng dan keluarganya. Dengan iktikad baik, keluarga pelaku menanyakan apa yang diinginkan keluarga korban. Neng Djubaidah menyatakan memaafkan pelaku. “Karena saya tahu mereka menabrak itu tidak dengan sengaja. Saya ikhlaskan,” katanya. “Sejak saat itu, tidak ada proses selanjutnya.”

Tags: