Pemilukada Jakarta Selesai, Pemohon Targetkan RUU
Berita

Pemilukada Jakarta Selesai, Pemohon Targetkan RUU

Pemohon disarankan mencari aturan KPU terkait pelaksanaan putusan MK No. 102/PUU-VII/2009 itu.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Proses pemungutan suara pilkada. Foto: Sgp (Ilustrasi)
Proses pemungutan suara pilkada. Foto: Sgp (Ilustrasi)

Niat Wawan dan Kasiyono berpartisipasi dalam Pemilukada DKI Jakarta putaran kedua akhirnya pupus. Kamis kemarin (20/9), ketika warga DKI Jakarta berbondong-bondong ke tempat pemungutan suara, Wawan dan Kasiyono hanya bisa menyaksikan. Proses persidangan pengujian Pasal 69 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang diajukan Wawan dan Kasiyono ternyata kalah cepat dengan jadwal pemilihan putaran kedua. Hari ini (21/9), MK baru menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan.

“Sangat disayangkan memang, permohonan klien kami baru disidangkan sehari setelah pemilihan putaran kedua,” ujar Veri Junaidi, kuasa hukum Wawan dan Kasiyono, dihubungi hukumonline, Jumat (21/9).

Veri sendiri mengaku tidak tahu kenapa MK tidak mempercepat persidangan. Dia membandingkan dengan persidangan permohonan dengan materi yang sama yang pernah diajukan Refly Harun. Pasal dan undang-undang yang diuji Refly memang berbeda dengan permohonan Wawan dan Kasiyono, namun Veri berpendapat pada intinya materi yang dipersoalkan sama. Yakni, penggunaan KTP sebagai kartu pemilih bagi warga yang tidak terdaftar di daftar pemilih tetap (DPT).

Diakui Veri, pihaknya memang sedari awal tidak pernah mengajukan permintaan agar permohonan ini dipercepat sidangnya. Veri berharap MK memiliki pertimbangan sendiri untuk mempercepat persidangan. Kini, kata Veri, kliennya mengubah tujuan dari permohonan yang awalnya untuk memperoleh hak pilih dalam Pemilukada DKI Jakarta, menjadi perubahan regulasi.

“Targetnya sekarang bukan pemulihan hak pilih klien kami, tetapi kami berharap RUU Pemilukada yang tengah dalam proses penyusunan akan merujuk pada putusan MK nantinya,” tutur Veri.

Sebagaimana diketahui, dalam permohonan, Wawan dan Kasiyono meminta Mahkamah Konstitusi (MK) menafsirkan Pasal 69 ayat (1) UU Pemerintahan Daerah karena dianggap telah menghilangkan hak pilihnya dalam Pemilukada DKI Jakarta pada putaran pertama.

“Kita meminta MK untuk menafsirkan pasal itu yang dimana pemilih yang tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) bisa mengikuti Pemilukada dengan menggunakan KTP,” kata kuasa hukum pemohon, Veri Junaidi saat membacakan petitum permohonan dalam sidang pemeriksaan pendahuluan yang dipimpin M. Akil Mochtar di Gedung MK, Jum’at (21/9).  

Selengkapnya, Pasal 69 ayat (1) UU Pemda itu berbunyi, “untuk dapat menggunakan hak memilih, warga negara Republik Indonesia harus terdaftar sebagai pemilih.”

Menurut Veri terdaftarnya seorang warga atau tidaknya dalam DPT itu merupakan tugas dari penyelenggara Pemilu yakni KPU bukan berdasarkan keinginan pribadi. Karena itu, ketentuan Pasal 69 ayat (1) UU Pemda memberikan ketidakadilan bagi warga,  yang sebenarnya warga memiliki hak pilih tetapi tidak bisa ikut berpartisipasi dalam Pemilukada hanya karena tidak terdaftar dalam DPT.

“Hilangnya hak warga negara dalam memilih yang telah berusia 17 tahun atau menikah itu karena kelalaian penyelenggara pemilu yang kemudian ditimpakan kenapa warga,” kata Veri.

Lagipula, lanjut Veri, dalam putusan MK No. 102/PUU-VII/2009 mengenai DPT dalam pemilihan presiden dan wakil presiden (Pilpres), dinyatakan warga tetap boleh ikut berpartisipasi dalam Pilpres dengan menggunakan KTP apabila tidak terdaftar sebagai pemilih.

“Sebelumnya ini sudah pernah diujikan dalam pengujian UU No. 42 Tahun 2008 tentang Pilpres. Sekarang kami mengujinya agar Pasal 69 ayat (1) UU Pemda ditafsirkan warga yang tidak terdaftar dalam DPT, bisa ikut memilih dengan menunjukkan KTP dalam Pemilukada,” tegasnya.

Dalam pertimbangan putusan MK itu, MK menyatakan hak warga negara untuk memilih ditetapkan sebagai hak asasi manusia dan hak konstitusional warga negara. Karenanya, hak kontitusional itu tidak boleh dihambat atau dihalangi oleh berbagai ketentuan dan prosedur administratif apapun yang mempersulit warga negara untuk menggunakan hak pilihnya.

Menanggapi permohonan itu, Akil meminta pemohon agar menyertakan KTP sebagai bukti untuk memperkuat legal standing di MK. “Kan pemohon adalah warga Jakarta yang tidak terdaftar dalam DPT untuk memperkuat legal standing. Ini juga bisa jadi bukti bahwa pemohon tidak terdaftar dalam DPT, biar terlihat kerugian potensial sebab akibatnya,” kata Akil.

Terkait putusan MK No. 102/PUU-VII/2009 yang didalilkan pemohon, Akil menegaskan putusan MK itu sudah diterapkan KPU dalam peraturannya. Untuk itu, Mahkamah menyarankan agar pemohon membaca terlebih dahulu ketentuan yang dibuat KPU itu yang mengacu pada putusan MK itu.

“Coba lihat lagi aturan KPU-nya, saya lupa nomor berapa, Saudara bisa cari-cari aturannya. Ini bisa untuk memperkuat argumentasi permohonan Saudara,” sarannya.

Tags: