Alumni Unair Didakwa Terorisme dan Pencucian Uang
Berita

Alumni Unair Didakwa Terorisme dan Pencucian Uang

Nurul mengaku tidak mengetahui dari mana asal uang yang dikirimkan suaminya, Cahya. Nurul hanya mentransfer sesuai perintah Cahya.

Oleh:
NOV
Bacaan 2 Menit
PN Jakarta Selatan gelar sidang terdakwa kasus terorisme Nurul Azmy Tibyani. Foto: Sgp
PN Jakarta Selatan gelar sidang terdakwa kasus terorisme Nurul Azmy Tibyani. Foto: Sgp

Kemarin (26/9), Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menggelar sidang terdakwa kasus terorisme Nurul Azmy Tibyani. Alumni MIPA Universitas Airlangga ini didakwa dengan UU Pemberantasan Terorisme dan Pencucian Uang. Setelah pembacaan dakwaan, Ketua Majelis Hakim Achmad Dimyati mengagendakan pembacaan eksepsi, 3 Oktober 2012.

Dalam dakwaannya, penuntut umum Mayasari menguraikan Nurul bersama-sama Cahya Fitriyanta alias Cahyo sekitar bulan Agustus sampai November 2011 telah melakukan pemufakatan jahat atau pembantuan dengan sengaja menyediakan atau mengumpulkan dana yang patut diketahui akan digunakan untuk tindak pidana terorisme.

Awalnya, Nurul diperkenalkan temannya, Ulfa, dengan seseorang bernama Cahya yang merupakan mahasiwa jurusan informatikan Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) pada tahun 2006. Pertemuan itu berlanjut dan Nurul sempat diajak menikah oleh Cahya. Namun, Cahya tiba-tiba menghilang dan tidak bisa dihubungi.

Penuntut umum menuturkan, pada tahun 2008, Nurul kemudian mencoba masuk ke Forum Ar Rahma milik Muhammad Jibril, terpidana kasus tindak pidana terorisme. Nurul diminta mengisi salah satu kolom dalam majalah muslimah, tapi sebelum sempat mengisi kolom, Muhammad Jibril ditangkap pada tahun 2010.

Setelah perkenalannya pemilik Ar Rahmah, Nurul beberapa kali mengikuti persidangan, bahkan berkomunikasi dengan Muhammad Jibril melalui yahoo messenger. Nurul lalu diperikenalkan anak murid dari Ustad Abdul Rohim (anak Abubakar Ba’asyir) dengan seorang penjaga warnet di Solo, Bahrun Naim.

Nurul mengemukakan keinginannya untuk belajar memanah. Bahrun lalu mengajak Nurul belajar memanah serta meminjamkan lima buah anak panah berikut busurnya. Tahun 2011, Bahrun ditangkap aparat kepolisian. Selanjutnya, Nurul yang ketika itu sedang berada di Ciledug tiba-tiba dihubungi kembali oleh Cahya.

Penuntut umum melanjutkan, sekitar Juni 2011, Cahya kembali mengajak Nurul menikah. Nurul diminta pulang ke Surabaya untuk menikah siri dengan Cahya. Pernikahan itu ditutup rapat, sehingga tidak satupun teman dan pengurus kampus tempat dia belajar, LIPIA, mengetahuinya.

Hal ini dilakukan agar aparat kepolisian tidak mengetahui keberadaan Cahya. Cahya ternyata sedang diburu polisi karena diduga terlibat tindak pidana terorisme. Cahya yang pergi meninggalkan Nurul, tidak memberitahukan keberadaanya. Sekitar 15 Juni 2011, Cahya diketahui melarikan diri ke Medan untuk menemui Rizki Gunawan alias Udin.

Udin adalah teman Cahya saat mengikuti latihan militer di Poso. Cahya meminta Udin melakukan hacking untuk mencari uang di internet dengan cara masuk ke website speedline. Setelah berhasil masuk ke database, transaksi pun dilanjutkan oleh Rizki. Cahya dan Udin menghasilkan uang Rp500 juta selama bulan Agustus- September 2011.

Setelah mengetahui suaminya sedang diburu polisi, Nurul mencoba menghubungi Cahya. Suaminya itu meminta Nurul untuk kembali ke Jakarta dan melanjutkan kuliahnya di LIPIA. Sekitar bulan Juli 2012, Nurul menganjurkan Cahya untuk berbisnis online, seperti menjual laptop atau barang-barang ebay lainnya.

Penuntut umum memaparkan, pada September 2011, Cahya mengirimkan nafkah ke rekening Nurul melalui Bank Mandiri. Cahya mengirimkan uang sebanyak Rp34.140.175 kepada Nurul. Meski sempat meragukan kehalalan uang itu, Cahya meyakinkan Nurul bahwa uang itu didapat dengan cara yang halal.

Terhadap uang itu, Cahya meminta Nurul untuk mentransfer uang Rp10 juta ke rekening Riduan dan menarik sisanya secara tunai. Lalu, Cahya kembali mentransfer uang Rp37.825.000 ke rekening BCA milik Nurul. Dari uang kiriman itu, Nurul diminta lagi mentransfer Rp10 juta kepada Moh Nasir Dahnan.

Selanjutnya, Nurul kembali mendapati uang di rekening Mandiri dan BCA-nya, masing-masing berjumlah Rp194.535.175 dan Rp195.084.250. Uang-uang yang masuk ke rekening Nurul itu diminta Cahya untuk dikirimkan ke rekening orang dengan nama-nama dalam daftar yang telah disiapkan Cahya.

Penuntut umum mengatakan, Nurul mengaku tidak mengenai nama-nama orang yeng mengiriminya uang. Nurul juga tidak mengenal orang yang diminta Cahya untuk dikirimkan uang. Nurul hanya menyimpan uang itu sambil menunggu perintah Cahya. Cahya meminta Nurul mentransfer Rp50,6 juta dan menarik tunai sisanya.

Dengan demikian, Nurul didakwa dengan dakwaan kesatu primair Pasal 15 jo Pasal 11 UU Terorisme, atau kedua Pasal 13 huruf a UU Terorisme, atau ketiga Pasal 13 huruf b UU Terorisme, dan keempat Pasal 5 ayat (1) jo Pasal 2 ayat (1) huruf n UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Atas tuduhan tersebut, Nurul enggan berkomentar. Nurul menyerahkan sepenuhnya kepada kuasa hukumnya, Abi Sambasi dan Dita Suherman. Abi mengatakan akan mengajukan eksepsi atas dakwaan penuntut umum. “Kalau dilihat, tidak ada itu perbantuan. Dia juga tidak tahu dana itu dari mana, dari siapa,” ujarnya, Rabu (26/9).

“Dia juga tidak mengerti transfernya ke siapa. Kan bisa dilihat juga tadi dalam dakwaan. Kecuali dia paham dunia internet. Tapi kan ini dia tidak tahu. Itu dari Cahya, dia tidak tahu dana itu dari mana. Memang ada beberapa juta yang digunakan untuk pribadi, tapi itu kan konteksnya nafkah dari suaminya,” tutur Abi.

Tags: