Polri: Rekam Jejak Novel Ada yang Tertinggal
Utama

Polri: Rekam Jejak Novel Ada yang Tertinggal

Dengan dalih institusi besar, rekam jejak tertinggal dianggap wajar.

Oleh:
NOVRIEZA RAHMI/FATHAN QORIB
Bacaan 2 Menit
Kabareskrim Mabes Polri Sutarman. Foto: Sgp
Kabareskrim Mabes Polri Sutarman. Foto: Sgp

Saat Kompol Novel Baswedan tengah menyidik kasus Simulator SIM, Polda Bengkulu menetapkan Novel sebagai tersangka kasus penganiayaan berat terhadap enam  tersangka pencurian sarang burung walet. Kasus itu terjadi pada tahun 2004, ketika Novel masih menjabat Kasatreskrim Polresta Bengkulu.

Rekam jejak Novel yang pernah tersangkut kasus penganiayaan tidak pernah disampaikan ke KPK. Juru bicara KPK Johan Budi menegaskan, selama ini Kapolri selalu mengatakan penyidik yang dikirimkan ke KPK adalah penyidik-penyidik terbaik. Begitu juga dengan Novel yang tahun 2007 resmi ditugaskan di KPK.

KPK selalu meminta data rekam jejak para calon penyidik ke institusi asalnya. Menurut Johan, dari data tersebut, tidak ada catatan terkait kasus yang dituduhkan kepada Novel. Polri juga tidak menyebut Novel dicopot dari jabatannya karena kasus penganiayaan. “Artinya, persoalan Novel sudah selesai,” katanya, Senin (8/10).

Maka dari itu, Johan mempertanyakan, mengapa Polri baru mengungkap kasus penganiayaan Novel sekarang? Padahal, data rekam jejak Novel selama bertugas di Kepolisian berasal dari Polri sendiri. Penugasan Novel di KPK juga atas rekomendasi Polri. KPK pun melakukan penelusuran keseharian dan harta kekayaan Novel.

Atas pertanyaan tersebut, Kabareskrim Mabes Polri Sutarman menjelaskan bahwa rekam jejak anggota Polri masing-masing ada di Kepolisian Daerah (Polda). Semua data mengenai pelanggaran dicatat oleh Polda untuk kemudian diberikan ke bagian SDM Mabes Polri. 

“Kadang-kadang catatan muncul seperti ini. Tidak selamanya kita bisa merekam jejak seseorang, bahkan ada yang sampai di sekolah pun kasusnya yang lama muncul. Saya kira, itu pembinaan personil, personil kita ada 400.000 lebih. Catatan-catatan seperti ini mungkin ada yang tertinggal,” terang Sutarman.

Namun, mengapa Novel yang memiliki catatan kasus penganiayaan bisa naik pangkat dari Iptu menjadi Kompol? Sutarman beralasan proses kode etik sudah dilakukan tahun 2004 lalu. Novel juga telah dikenakan sanksi disiplin. Hukuman disiplin itu tentu tidak menggugurkan dugaan tindak pidana yang dilakukan Novel.

Sutarman melanjutkan, Novel bisa dikenakan tiga sanksi, yaitu disiplin, etika profesi kepolisian, dan pidana. “Ketiganya bisa dikenakan bersamaan. Kalau kode etik profesi ada dua keputusannya, dia tidak layak atau masih layak menjadi polisi. Jika tidak layak tentunya akan dipecat,” tuturnya.

Novel merupakan salah seorang penyidik KPK yang menangani kasus simulator SIM. Ketika menjabat Kasatreskrim Polresta Bengkulu, tahun 2004 lalu, Novel pernah dikenakan sanksi disiplin berupa teguran keras karena anak buahnya terbukti melakukan penembakan terhadap enam tersangka pencurian sarang burung walet.

Salah seorang tersangka meninggal dan lima tersangka lainnya mengalami luka tembak. Setelah delapantahun berlalu, dua korban penembakan bernama Irwansyah Siregar dan Dedi Aprianto melapor ke Polda Bengkulu. Dari kaki korban, ditemukan peluru yang bersarang dalam tulang kaki. Novel dikenakan Pasal 351 ayat (2) dan (3) KUHP.

Belum Terintegrasi
Penasihat Kapolri di bidang Hukum, Chairul Huda berpendapat bukan hal yang aneh jika rekam jejak Novel tidak tercatat di bagian SDM Mabes Polri. Institusi Polri berbeda dengan KPK. Polri adalah organisasi yang sangat besar dengan jumlah personil sekitar 400.000 yang tersebar di seluruh Indonesia.

“Memang aneh jika Polri ‘sebesar’ KPK. Organisasi Polri sangat besar. Tidak semua teradministrasikan di tingkat markas besar, apalagi yang terjadi di Polda. Kalau bisa diselesaikan di sana, tidak akan diteruskan sampai ke Jakarta. Tapi, memang ini menunjukkan administrasi Polri yang belum terintegrasi,” ujar Chairul.

Pengajar hukum pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta ini menuturkan, seharusnya semua catatan karier personil Polri disampaikan ke Mabes Polri. Personil Polri yang ditugaskan di KPK adalah personil terpilih karena Polri memandang penugasan anggotanya di KPK adalah bagian dari “perluasan” organisasi secara tidak langsung.

Polri dan KPK telah membuat nota kesepahaman, dimana penyidik KPK disebutkan sebagai tenaga perbantuan dan tidak diberhentikan sementara sebagai anggota Polri. Chairul menyatakan penugasan Novel di KPK berdasarkan usulan pribadi. “Mengajukan diri ke KPK kepada Mabes Polri adalah cara ‘keluar’ dari masalah di internal Polri”.

Tags: