Perilaku Pemimpin dan Suara Rakyat
Tajuk

Perilaku Pemimpin dan Suara Rakyat

Dari gejolak polisi-KPK dan Pilkada Jakarta baru-baru ini, kita belajar bahwa kekuatan kelas menengah dan suara rakyat kecil masih bisa menentukan arah ke depan kita.

Oleh:
Bacaan 2 Menit
Perilaku Pemimpin dan Suara Rakyat
Hukumonline

Ketika Indonesia dibanjiri pujian sebagai salah satu negara (baca: ekonomi) yang paling pesat pertumbuhannya di antara banyak negara di dunia yang sampai saat inipun masih diliputi resesi global, bahkan Indonesia diperkirakan sekarang menempati posisi negara ke 15 yang terbesar ekonominya di dunia (terbesar di Asia Tenggara, dan menjadi salah satu negara yang bisa menandingi pertumbuhan emerging markets termasuk negara-negara BRICS kecuali Cina), maka kita bertanya-tanya dalam hati, mengapa masih begitu banyak elit yang sengaja atau tidak sengaja, mungkin dengan tanpa niat atau dengan niat jahat, merusak citra Indonesia.

Citra baik Indonesia yang kemudian mendulang banyak pujian dari sektor publik dan swasta dunia, dan membawa dampak pertumbuhan ekonomi yang mengesankan, banyak dipengaruhi oleh: (1) proses demokratisasi yang terjadi selama 14 tahun terakhir, (2) kuat dan efektifnya dasar legislasi, infrastruktur, pembinaan SDM, dan kemauan politik KPK dalam membangun pemerintahan yang bersih, mencegah dan memberantas korupsi, (3) peran penguasa yang mendukung atau setidaknya dianggap tidak merusak lebih jauh tatanan dan proses demokratisasi dan pertumbuhan ekonomi, dan (4) peran serta masyarakat sipil, utamanya LSM dalam mendorong dan mengawasi proses demokratisasi dan pemberantasan korupsi.

Para pemodal, asing maupun dalam negeri, yang beberapa tahun terakhir ini bingung menempatkan kapitalnya dimana dalam dunia yang sedang meradang ini, cukup berhitung dengan jeli. Selama investasinya di Indonesia bisa memperoleh marjin investasi yang di atas rata-rata marjin yang mereka peroleh bilamana kapital mereka ditempatkan di negara-negara maju, maka pilihan mereka tetap pada Indonesia. Investasi di Indonesia bisa dikatakan relatif aman karena penguasa cukup bisa menjaga kestabilan, terlepas dari masih banyaknya permasalahan korupsi, hak asasi manusia, dan  tata kelola pemerintahan dan perusahaan yang masih jauh dari sempurna.

Pasti banyak wilayah lain yang menjanjikan marjin investasi lebih seperti Afrika yang kaya dengan sumber daya alam, atau Timur Tengah yang kaya sumber enerji dan sedang memperbaiki demokrasinya. Tetapi hitung-hitungan marjin tersebut dengan melihat kestabilan politik, ekonomi dan akses kepada konsumen tetap menjadikan Indonesia unggul. Competitive advantages Indonesia sebagai tempat untuk menaruh kapital nampaknya sedang berjalan baik, sekarang maupun di masa dekat mendatang. Sampai kapan itu terjadi, rasanya sulit diramal, mengingat kita tidak pernah bisa menjamin stabilitas jangka panjang yang sustainable, terutama pada konsistensi terapannya.

Lantas mengapa rata-rata kelas menengah kita mengeluh atas kondisi kini Indonesia? Media elektronik, cetak dan sosial rajin dan kerap sekali melihat sisi buruk dan bahkan mengeksploitasi kondisi kita saat ini, sementara kita dibanjiri pujian dari luar negeri. Untuk para pembuat kebijakan yang betul-betul serius membangun sistem dan institusi untuk perbaikan, dan untuk para pelaku reformasi yang betul-betul sadar dan berkomitmen besar, ini tentu menjadi salah satu unsur yang bisa melemahkan semangat perubahan yang mereka sedang lakukan. Salah-salah, kalau digabungkan dengan kejadian-kejadian yang sesekali mengagetkan kita, ini bisa mengubah citra Indonesia sebagai tempat yang ideal dan terpercaya untuk ikut menikmati pertumbuhan ekonomi kita.

Kalau mau sedikit cermat mengamati, maka persepsi dan kejadian-kejadian yang menimbulkan citra buruk tersebut akan berujung pada perilaku atau attitude kita sendiri sebagai bangsa terutama para pemimpin kita. Kita mulai saja dari aspek kepemimpinan bangsa. Begitu banyak ketidak-pastian terjadi karena kelemahan kepemimpinan. Perseteruan KPK-Polisi sejak bentrok Cicak-Buaya sampai kasus simulator timbul karena Presiden yang membawahi polisi tidak mau cepat memerintahkan polisi untuk taat hukum, berkomitmen dalam upaya pemberantasan korupsi, dan bertindak tegas membersihkan tubuh kepolisian dari unsur-unsur yang korup, serta mendengarkan suara rakyat. 

Walaupun akhirnya pesan itu datang juga, dan terlihat tegas di permukaan, implementasi di tingkat polisi masih harus diawasi dengan ketat. Citra buruk juga timbul dari sikap DPR, khususnya Komisi III yang menyandera anggaran KPK, dan bersikeras mengubah UU KPK. Akhirnya, karena tidak mau menjadi musuh masyarakat nomor satu, DPR menyetujui juga anggaran KPK dan mengendor di perubahan UU KPK.

Kebijakan pemda yang mempertaruhkan nasib dan reputasi Indonesia di tangan para arbitrator atau hakim asing dengan kemungkinan hukuman milayaran dollar terjadi karena pembiaran terhadap pemda-pemda yang menerapkan kebijakan yang aneh, padahal kesempatan untuk mengatur lebih tegas dan rinci kebijakan pusat yang harus jadi patokan kebijakan daerah sebagai bagian dari pelaksanaan otonomi daerah masih terbuka lebar. Demikian pula, kebijakan investasi di bidang pertambangan, perkebunan, dan lingkungan serta zoning, yang serba simpang siur menjadikan ini semua menjadi permainan politik dan tambahan risiko investasi yang tidak perlu.

Ruang kita untuk pertumbuhan begitu sempitnya, dan akan segera hilang begitu Amerika dan Eropa bangkit kembali sebagai konsumen, dan para pemasok barang-barang modal dan konsumsi seperti Jepang, China dan Korea serta negara-negara Asia lainnya bangkit kembali dengan mesin pertumbuhan yang lebih kokoh fundamentalnya. Momentum pertumbuhan dan kemakmuran jarang datang untuk kedua atau ketiga kalinya, sedangkan momentum krisis bisa datang berkali-kali dan kapan saja.

Dalam waktu yang sangat sempit, pemerintahan sekarang masih punya waktu sebelum terbelenggu oleh gejolak dan dinamika Pemilu 2014. Persiapan Pemilu 2014 sementara ini hanya menampilkan tokoh-tokoh yang jauh dari kualitas yang diharapkan untuk mengejar ketinggalan Indonesia. Sebelum itu terjadi, pemerintahan sekarang masih bisa mengejar dalam bentuk meletakkan dasar-dasar kebijakan jangka menengah dan panjang yang masuk akal dan mengikat pemerintahan ke depan.

Dari gejolak polisi-KPK dan Pilkada Jakarta baru-baru ini, kita belajar bahwa kekuatan kelas menengah dan suara rakyat kecil masih bisa menentukan arah ke depan kita. Bila pemerintah sekarang mampu meletakkan dasar-dasar pertumbuhan dan governance yang baik ke depan, tugas kelas menengah dan suara rakyat akan lebih ringan dalam mengelola issues masa datang yang ditimbulkan oleh pemerintahan mendatang, siapapun pemimpinnya nanti, atau seburuk apapun pemimpinnya nanti.

Intinya, inilah hakikat demokrasi yang sebenarnya. Pemilu hanya proses yang berujung di satu hari untuk memilih pemimpin. Bagaimana pemimpin menggerakkan agenda pemerintahannya, sekarang tidak lagi berpusat di kekuasaan dan alat-alatnya. Pada akhirnya suara rakyatlah yang menentukan baik buruknya nasib kita semua di masa depan.

Perilaku pemimpin yang lebih baik akan dapat sangat meringankan beban rakyat mengawal kemana kita semua mau dibawa oleh penguasa-penguasa negeri ini. Jadi kalau ingin meninggalkan legacy yang baik, berperilaku baik menjadi tuntutan utama bagi para pemimpin ke depan. Rakyat tidak akan tidur mengawasi.

16 Oktober 2012

ats

Tags: