Grasi Lebih Bermanfaat Ketimbang Hukuman Mati
Berita

Grasi Lebih Bermanfaat Ketimbang Hukuman Mati

Indonesia sulit berdiplomasi sepanjang masih menerapkan hukuman mati. Tapi grasi juga diberikan secara selektif.

Oleh:
Ady
Bacaan 2 Menit
Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana dalam acara diskusi bulanan Kemenkum HAM. Foto: Sgp
Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana dalam acara diskusi bulanan Kemenkum HAM. Foto: Sgp

Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana mengatakan pemerintah tidak sembarangan dalam menerbitkan grasi bagi narapidana. Sebelum menggunakan hak prerogatifnya itu, Presiden harus meminta pertimbangan dari Mahkamah Agung (MA) dan jajaran kabinetnya seperti Kejaksaan Agung dan Kemenkumham. Menurut Denny, setidaknya terdapat lima hal yang melandasi pemberian grasi.

Pertama, presiden punya kewenangan memberikan grasi berdasarkan konstitusi. Kedua, mekanisme pemberian grasi harus dijaga agar akuntabel, seperti meminta pertimbangan kepada MA serta jajaran kabinet seperti Kejagung, Kapolri dan lainnya.

Alasan ketiga, perkembangan situasi internasional, dimana mayoritas negara di dunia sudah meninggalkan penerapan hukuman mati. Kalaupun masih ada yang mencantumkan hukuman mati, tapi sudah tak diterapkan dalam 10 tahun terakhir.

Denny juga menyebut pemberian grasi digunakan sebagai salah satu upaya advokasi pemerintah untuk membebaskan warga Indonesia yang terancam hukuman mati di luar negeri. Pasalnya, negara lain selalu menyoroti masalah penerapan hukuman mati yang masih dilakukan Indonesia.

Sepanjang Juli 2011 hingga Oktober 2012 jumlah warga Indonesia yang terancam mendapat hukuman mati di luar negeri mencapai 297 orang. Denny menyebut mayoritas terkait kasus Narkoba. Walau begitu, Denny menduga warga Indonesia yang terlibat kasus Narkoba di luar negeri itu bukan bandar, namun kurir atau pemakai dan posisinya cenderung korban dari gembong Narkoba. Dari advokasi yang dilakukan, setidaknya terdapat 100 warga Indonesia di luar negeri yang berhasil dibebaskan dari jerat hukuman mati.

Terakhir, Denny menyebut pemberian grasi diberikan secara selektif. Misalnya, diprioritaskan bagi narapidana anak dan tuna netra. Jika terkait Narkoba, Denny menegaskan grasi tidak diberikan kepada bandar narkoba, melainkan orang yang menjadi korban.

“Grasi diberikan dengan sangat selektif,” kata Denny dalam jumpa pers di gedung Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU), Kemenkumham Jakarta, Kamis (18/10).

Halaman Selanjutnya:
Tags: