Pembatalan Hukuman Mati Hengky Bukan Semata HAM
Utama

Pembatalan Hukuman Mati Hengky Bukan Semata HAM

KY masih terus melakukan telaahan atas kasus Imron.

Oleh:
AGUS SAHBANI
Bacaan 2 Menit
Juru Bicara MA Djoko Sarwoko (kanan). Foto: Sgp
Juru Bicara MA Djoko Sarwoko (kanan). Foto: Sgp

Putusan majelis hakim agung yang memeriksa perkara PK terdakwa kasus narkoba Hengky Gunawan masih menuai kontroversi. Sebagian kalangan menilai tidak semestinya majelis hakim agung yang diketuai Imron Anwari menganulir hukuman mati menjadi 15 tahun penjara. Apalagi, jika alasannya HAM. Makanya, Kaukus Masyarakat Peduli Anak dari Kejahatan Narkoba, sebagai bagian yang mengecam putusan PK itu, melaporkan Imron ke Komisi Yudisial (KY).

Merespon pro kontra yang terjadi di masyarakat, MA menyampaikan klarifikasi. Juru Bicara MA Djoko Sarwoko mengatakan pertimbangan majelis PK mengubah hukuman mati menjadi penjara bukan semata karena pertimbangan HAM. Imron dkk ternyata juga mempertimbangkan sejumlah fakta terkait kasus ini.

“Kalau melihat putusannya, bukan itu (melanggar HAM dan konstitusi, red) yang menjadi pertimbangan utama, ada pertimbangan lain,” papar Djoko di Gedung MA, Jakarta, Senin (22/10).

Pertimbangan lain itu, kata Djoko, majelis menilai tidak terbukti bahwa Hengky mengendalikan perusahaan produsen narkoba. “Putusannya menyebutkan tidak terbukti sebagai produsen yang bentuknya perusahaan (narkoba, red), tetapi hanya terbukti menjual dan mengedarkan saja dalam jumlah besar, selain pasal pencucian uang,” kata Djoko.   

Djoko mengaku telah menerima salinan putusan PK No. 39 PK/Pid.Sus/2011 dari Imron. Salinan itu diberikan Imron disertai dengan permintaan agar MA secara kelembagaan menjelaskan kepada publik.

“Kemarin, Pak Imron ngirim putusannya kepada saya agar minta dijelaskan kepada publik bahwa pertimbangan vonis mati melanggar HAM dan konstitusi bukan pertimbangan satu-satunya, makanya Hengky diputus 15 tahun penjara sama dengan putusan pengadilan negeri,” ujar Djoko. 

Dalam putusan PK juga disebutkan bahwa majelis kasasi yang menjatuhkan vonis mati terhadap Hengky telah melakukan kekeliruan yang nyata. “Majelis PK mengganggap sebagai kekeliruan yang nyata karena majelis hakim tingkat kasasi tidak berwenang memberi penilaian yang bersifat penghargaan suatu kenyataan,” kata Djoko mengutip pertimbangan putusan PK itu.

Pertimbangan lain, lanjut Djoko, terdapat disparitas hukuman antara Hengky berupa pidana mati dan Suwarno bin Lamijan (anak buah Hengky) yang divonis empat tahun penjara. Padahal, keduanya melakukan tindak pidana secara bersama-sama. Karena itu, hukuman pidana mati terhadap Hengky haruslah dibatalkan.

“Makanya sangat tepat, wajar, dan beralasan hukum apabila putusan kasasi yang dimohonkan PK dibatalkan dengan mengubah hukuman mati menjadi 15 tahun,” tegas Djoko.                                     

Sementara, KY masih terus melakukan telaahan atas pengaduan Kaukus terkait majelis hakim Imron Dkk ini. “Saat ini masih ditelaah berbagai informasi dan dokumen pengaduan kasus Imron termasuk putusannya,” kata Juru Bicara KY, Asep Rahmat Fajar.

Ketua Umum Gerakan Nasional Anti Narkotika (Granat) Henry Yosodiningrat tetap menentang putusan PK kasus Hengky Gunawan. Menurut dia, putusan itu menabrak berbagai aturan hukum. Ditegaskan Henry, PK adalah upaya hukum untuk meninjau apakah terdakwa bersalah atau tidak, bukan meninjau apakah hukuman yang dijatuhkan itu berat atau ringan. "Selain itu, MA tidak berwenang untuk menilai apakah peraturan perundang-undangan atau peraturan lain di bawahnya bertentangan dengan Konstitusi atau tidak," imbuhnya. 

Tags: