Fenomena Praktik ‘Outsourcing’ di PPAKH
Terbaru

Fenomena Praktik ‘Outsourcing’ di PPAKH

Kasus teranyar terjadi dalam PPAKH XVIII.

Oleh:
Bacaan 2 Menit
Fenomena Praktik ‘Outsourcing’ di PPAKH
Hukumonline

Sesuai namanya, Pertandingan Persahabatan Antar Konsultan Hukum (PPAKH) adalah ajang untuk menjalin persahabatan. Hakikatnya, PPAKH memang seperti itu, namun, praktik berkata lain. Ajang persahabatan, mau tidak mau dan sepertinya sulit dihindari, berubah menjadi ajang adu gengsi atau bahkan pertaruhan harga diri.

Dan demi harga diri, apa saja bisa dilakukan. Termasuk yang ‘haram’ sekalipun, yakni menggunakan pemain ‘outsourcing’ alias cabutan. Fenomena pemain cabutan dalam ajang PPAKH ibarat noda terhadap nilai-nilai sportivitas yang lazimnya dijunjung tinggi dalam setiap ajang olahraga. Faktanya, PPAKH yang kini memasuki edisi ke-18 masih sering digoyang isu pemain cabutan.

Kasus teranyar terjadi beberapa waktu lalu. Berawal dari kecurigaan salah satu partisipan, lalu panitia dari Assegaf, Hamzah and Partners (AHP) berhasil mengendus adanya dugaan salah satu kantor konsultan hukum menggunakan pemain cabutan. Beruntung, panitia bertindak sigap sehingga si pemain cabutan itu tidak sempat turun ke lapangan.

“Kasusnya kami drop (stop, red) karena si pemain belum sempat bermain, keburu ketahuan, penyisihan juga tidak main,” tutur Teddy Trianto Antono, Ketua Panitia PPAKH XVIII, kepada hukumonline Jumat (26/10).

Diakui Teddy, praktik pemain cabutan sulit ditangkal dan diendus. Apalagi, kalau ternyata si pemain cabutan diberi fasilitas bukti status kepegawaian seperti ID Card. “Kalau ada status employment (kepegawaian, red) bisa beres,” ujarnya.

Praktiknya, kata Teddy, kasus pemain cabutan terungkap karena faktor jaringan pertemanan. Dalam kasus yang disebut di atas, misalnya, si pemain cabutan ketahuan karena dikenali oleh teman kuliahnya yang kebetulan akan menjadi calon tim lawan.

Dalam PPAKH XVIII, panitia atas masukan partisipan sebenarnya telah menerapkan aturan baru, dimana pemain yang berlabel profesional atau mantan profesional tidak boleh turun di cabang yang dia geluti. Namun, aturan ini pun, kata Teddy, belum bisa mengatasi persoalan pemain cabutan.

Teguh Maramis, salah satu penggagas PPAKH, mengatakan fenomena pemain cabutan adalah sisi negatif dari antusiasme partisipan PPAKH yang terus meningkat. Antusiasme itu sayangnya ditunjukkan dengan ‘menghalalkan’ segala cara untuk meraih kemenangan, termasuk dengan cara menggunakan metode pemain cabutan.

“Pernah ada law firm yang menyertakan pemain cabutan, tapi pada akhirnya ketahuan dan didiskualifikasi karena pesertanya tersebut tidak bisa membuktikan diri bagian dari law firm,” tutur Teguh.

Minim SDM
Fenomena pemain cabutan bisa terjadi karena beberapa faktor. Salah satunya, karena kantor konsultan hukum ingin berprestasi di PPAKH, tetapi sumber daya manusianya (SDM) tidak mendukung, kualitas maupun kuantitas. Adakalanya, motif menggunakan pemain cabutan semata karena keterbatasan SDM. Dengan jumlah cabang olahraga yang semakin banyak dari tahun ke tahun, tidak semua kantor konsultan hukum memiliki jumlah SDM yang memadai.

“Awalnya, kami menggunakan pemain luar karena jumlah SDM terbatas, tetapi kemudian kami berpikir ya sekalian saja mengejar prestasi, makanya yang kami cabut pemain-pemain berkualitas,” tutur Reza -bukan nama sebenarnya- menceritakan pengalaman ketika dirinya bekerja di salah satu kantor konsultan hukum yang pernah memakai pemain cabutan dalam ajang PPAKH.

Selain keterbatasan SDM, Reza berdalih keputusan kantor tempatnya bekerja dahulu memakai pemain cabutan karena ketika itu kantor lain juga melakukan hal yang sama. Bahkan, menurut catatan Reza, ada salah satu partisipan PPAKH yang menggunakan ‘jasa’ pemain cabutan lengkap satu tim sepakbola. Ada pula partisipan PPAKH yang menggunakan beberapa pemain profesional liga sepakbola nasional.

Dikatakan Reza, pemain cabutan biasanya dibutuhkan untuk cabang-cabang bergengsi seperti bola basket atau sepakbola. Kebetulan, khususnya sepakbola memang membutuhkan jumlah SDM yang tidak sedikit. Untuk turun di cabang sepakbola, kantor konsultan hukum setidaknya harus menyiapkan 15 orang dengan rincian 11 pemain utama dan empat cadangan. Cabang bola basket pun setidaknya membutuhkan 10 pemain dengan rincian lima pemain utama dan lima pemain cadangan.

Tags: