Kriminalisasi Hakim Langgar Prinsip Independensi
Berita

Kriminalisasi Hakim Langgar Prinsip Independensi

Pemohon diminta menguraikan pertentangan pasal yang diuji dengan pasal UUD 1945.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Sidang perdana pengujian UU No. 11 Tahun 2012 tentang SPPA di Gedung MK. Foto: Sgp
Sidang perdana pengujian UU No. 11 Tahun 2012 tentang SPPA di Gedung MK. Foto: Sgp

Sidang perdana pengujian UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) yang dimohon pengurus Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) digelar di Gedung MK, Senin (19/11). Wadah perkumpulan hakim di Indonesia ini mempersoalkan sejumlah pasal yang memuat sanksi pidana (kriminalisasi) bagi aparat penegak hukum, khususnya hakim, yakni Pasal 96, Pasal 100, dan Pasal 101 UU SPPA.

“Ketiga pasal itu potensial melanggar prinsip kekuasaan kehakiman yang merdeka, dalam hal ini independensi hakim dan aparat penegak hukum lain dalam melaksanakan sistem peradilan pidana anak,” kata kuasa hukum IKAHI, Lilik Mulyadi, dalam sidang pemeriksaan pendahuluan yang dipimpin Anwar Usman.

Pasal 96 berbunyi, “Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim yang dengan sengaja tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp200 juta”. Pasal 7 ayat (1) memuat kewajiban upaya diversi bagi ancaman pidana di bawah tujuh tahun.

Pasal 100 menyebut “Hakim yang dengan sengaja tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud Pasal 35 ayat (3), Pasal 37 ayat (3), Pasal 38 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun”. Misalnya, Pasal 35 ayat (3) menyebutkan jika jangka waktu penahanan anak selama 25 hari habis, hakim belum memberikan putusan, anak wajib dikeluarkan demi hukum. 

Pasal 101 juga menyebutkan “pejabat pengadilan yang dengan sengaja tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun.”   

Ditegaskan Lilik, ketiga pasal itu telah mengurangi derajat indepedensi hakim dalam menjalankan tugas teknis yudisialnya. Ancaman pidana dalam pasal itu telah membuka penafisiran, pelanggaran terhadap hukum pidana formal anak (prosedur hukum acara) merupakan tindak pidana.

“Padahal, hukum pidana formal anak itu adalah instrumen bagi hakim untuk menegakkan hukum pidana materil anak. Seharusnya, konsekuensi pelanggaran hukum pidana formal anak sanksi administratif karena masuk ranah pelanggaran kode etik dan perilaku hakim yang merupaka kewenangan MA dan KY,” kata Lilik. 

Tags: