Kiat Merampas Aset Koruptor Tanpa Tuntutan Hukum
Utama

Kiat Merampas Aset Koruptor Tanpa Tuntutan Hukum

NCB efektif untuk merampas aset tersangka atau terdakwa korupsi yang wafat, sakit permanen, buron, atau tidak diketahui keberadaannya.

Oleh:
ABDUL RAZAK ASRI
Bacaan 2 Menit
Tim promotor dan tim penguji sidang promosi doktor Kepala PPATK Muhammad Yusuf. Foto: Humas PPATK
Tim promotor dan tim penguji sidang promosi doktor Kepala PPATK Muhammad Yusuf. Foto: Humas PPATK

Hingga saat ini, penegak hukum Indonesia masih sering dipusingkan dengan ulah para tersangka atau terdakwa kasus tindak pidana korupsi yang melarikan diri. Ketika hal ini terjadi, penegak hukum sebenarnya tidak hanya kehilangan kesempatan untuk menjerat si tersangka atau terdakwa, tetapi juga hilang kesempatan untuk merampas aset demi memulihkan kerugian negara.

Kepala PPATK Muhammad Yusuf mengatakan sebenarnya ada cara untuk memulihkan kerugian negara dengan cara merampas aset terkait kasus tindak pidana korupsi, tetapi tanpa tuntutan hukum. Cara ini dikenal dengan sebutan non conviction based forfeiture (NCB). Yusuf meyakini NCB adalah solusi yang efektif atas kebuntuan yang selama ini dialami penegak hukum yang tidak dapat merampas aset yang merupakan hasil tindak pidana korupsi.

“Saya yakin NCB efektif untuk merampas aset tersangka atau terdakwa korupsi yang wafat, sakit permanen, buron, atau tidak diketahui keberadaannya,” papar Yusuf saat menjalani sidang promosi doktor di Universitas Padjajaran, Senin (10/12).

Yusuf menyusun disertasi berjudul "Perampasan Aset Tanpa Tuntutan Pidana: Solusi Pemberantasan Korupsi di Indonesia". Di hadapan tim promotor yang diketuai Prof. Romli Atmasasmita dan tim penguji, Yusuf berhasil mempertahankan disertasinya itu sehingga dinilai layak menyandang gelar Doktor di bidang ilmu hukum.

Dalam sidang promosi doktor, Yusuf meladeni sejumlah pertanyaan, baik dari tim promotor maupun tim penguji serta perwakilan Guru Besar Universitas Padjajaran. Anggota tim penguji, Komariah Emong Sapardjaja misalnya menanyakan potensi kesewenang-wenangan aparat penegak hukum jika perampasan aset tanpa tuntutan pidana diterapkan.

“Jika tanpa tuntutan hukum, saya khawatir penegak hukum akan bertindak sewenang-wenang merampas aset orang,” kata Komariah, pakar hukum pidana yang juga hakim agung.

Berangkat dari kekhawatiran itu, Komariah berpendapat perampasan aset sebenarnya dapat dilakukan dengan aturan yang sudah ada. Dia menyebut Pasal 32 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang memungkinkan jaksa pengacara negara mengajukan gugatan perdata terhadap terdakwa korupsi yang secara nyata telah merugikan keuangan negara.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait