Carut Marut Pengaturan Sumber Daya Alam
Berita

Carut Marut Pengaturan Sumber Daya Alam

BPN mencatat ada 624 peraturan terkait pertanahan yang saling tumpang tindih.

Oleh:
HRS
Bacaan 2 Menit
Carut Marut Pengaturan Sumber Daya Alam
Hukumonline

Sebanyak dua belas regulasi terkait sumber daya alam tidak sinkron dan tumpang tindih. Khususnya dengan UU No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA). Carut marut ini dibuktikan dengan kajian yang dilakukan Guru Besar Universitas Gadjah Mada Maria SW Sumardjono pada 2011 lalu.

Dalam kajian tersebut, Maria menemukan ketidakkonsistenan antara UUPA dengan UU No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan salah satunya. Tumpang tindih antara kedua undang-undang ini ada pada klasifikasi status tanah.

Menurut Maria, UUPA mengklasifikasikan tanah menjadi tiga entitas, yaitu tanah negara, tanah ulayat, dan tanah hak. Sedangkan UU Kehutanan, peraturan tersebut tidak mengakui adanya hutan adat yang sejatinya merupakan bagian dari hak ulayat masyarakat hukum adat. UU Kehutanan hanya mengenal dua jenis hutan, yaitu hutan negara dan hutan hak.

Kendati demikian, UU Kehutanan mengakui dan menentukan persyaratan keberadaan masyarakat hukum adat. Hal ini merupakan suatu kontradiksi karena UU Kehutanan tidak mengakui hutan adat, tetapi mengakui subjeknya. Akibatnya, jika terjadi sengketa hak ulayat masyarakat hukum adat terkait hutan adat, penyelesaiannya akan membingungkan.

“Karena, penyelesaian menurut UUPA dan UU Kehutanan akan berbeda,” papar Guru Besar UGM Maria SW Sumardjono dalam seminar International Conference Regulatory Reform on Indonesian Land Laws for People’s Welfare di Jakarta, Selasa (11/12).

Terkait persoalan hak ulayat ini, peraturan sumber daya alam lain yang tidak mengatur mengenai hak ulayat adalah UU No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba). Padahal, pengaturan mengenai hak ulayat ini dianggap penting. Karena, lokasi kegiatan terkait minerba banyak dilakukan di luar Pulau Jawa. Sehingga, besar kemungkinan lokasi tersebut berbenturan dengan hak ulayat masyarakat hukum adat.

Akibat hal ini, masyarakat mengalami kerugian yang besar, seperti kehilangan tanah pertanian, perkarangan, akses ke hutan, tanah bersama; kehilangan bangunan; kehilangan pendapatan dan sumber penghidupan, serta berujung pada kehilangan kehidupan.

Tags: