Kedudukan Ahli Waris Pengganti Harus Jelas
Jelang Diskusi Hukum Waris:

Kedudukan Ahli Waris Pengganti Harus Jelas

Bagiannya tidak boleh melebihi bagian ahli waris yang sederajat.

Oleh:
MYS
Bacaan 2 Menit
Kedudukan Ahli Waris Pengganti Harus Jelas
Hukumonline

Masalah ahli waris pengganti juga telah lama menjadi perdebatan di kalangan hakim, akademisi, dan praktisi. Bahkan dalam Rapat Kerja Nasional Mahkamah Agung 2009 di Palembang ada sesi khusus yang membahas masalah ini. Salah satu perdebatan yang selama ini muncul, apakah penentuan ahli waris pengganti bersifat wajib atau tentatif.

Konsep ahli waris pengganti muncul belakangan, dan sering dihubungkan dengan gagasan Prof. Hazairin. Gagasan itu kemudian diakomodir dan tertuang dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI). Pasal 185 KHI menyebutkan ahli waris yang meninggal lebih dahulu daripada pewaris, maka kedudukannya dapat digantikan oleh anaknya. Pengecualiannya adalah pasal 173 KHI.

Penggunaan kata ‘dapat’ dalam pasal ini dipandang sebagai sifat tentatif dari penggantian kedudukan ahli waris. Dengan kata lain, ahli waris pengganti dapat menggantikan kedudukan orang tuanya atau tidak, bisa mendapatkan warisan atau tidak. Namun dalam perkembangannya, hakim Mahkamah Agung memandang penting kedudukan ahli waris pengganti.

Jika kedudukan ahli waris pengganti tak disebutkan dengan jelas gugatan bisa dinyatakan tak dapat diterima karena gugatan semacam itu kabur. Putusan MA No. 334K/AG/2005, yang tercantum dalam buku Yurisprudensi MA 2006 dan 2010, memuat kaidah hukum yang relevan.  Kedudukan ahli waris pengganti ditentukan secara tegas dan jelas oleh meninggalnya ahli waris yang digantikan adalah lebih dahulu daripada pewaris. Jika tidak, maka gugatan tidak dapat diterima karena kabur.

Tentang porsi bagian harta waris untuk ahli waris pengganti, Pasal 185 ayat (2) KHI menyebutkan ‘tidak boleh melebihi dari bagian ahli waris yang sederajat dengan yang diganti’.

Selain ahli waris pengganti, buku Yurisprudensi Mahkamah Agung yang ditelusuri juga mencantumkan kaidah hukum waris lainnya. Dalam putusan No. 537 K/AG/1996 –Yurisprudensi MA 1997- menegaskan pentingnya mengikutsertakan semua ahli waris dalam gugatan. Kaidahnya, judex factie salah menerapkan hukum karena ada ahli waris lain yang tidak diikutsertakan sebagai pihak dalam mem-faraidl-kan harta peninggalan pewaris.

Masalah waris mal waris tercantum dalam putusan No. 189K/AG/1996, No. 184K/AG/1996, dan No. 34K/AG/1997 –buku Yurisprudensi 1998 dan 1999. Salah satu kaidahnya, hakim judex factie harus memberikan alasan-alasan ketidakjelasan ketika menyebut gugatan penggugat tidak jelas.

Dalam putusan No. 77K/AG/2003 – buku Yurisprudensi MA 2005—majelis kasasi menegaskan sebelum menerapkan pasal 210 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam (KHI), harus lebih dahulu dijelaskan penggugat jumlah harta keseluruhan sehingga dapat ditentukan apakah hibah tersebut melampaui batas 1/3 harta penghibah atau tidak. Masalah hibah dalam hukum waris juga dibahas dalam putusan No. 55K/AG/1998—Yurisprudensi MA 2000.

Putusan MA No. 353K/AG/2005 – Yurisprudensi MA 2010—memuat kaidah hukum tentang akta pembagian warisan di luar sengketa. Akta harus mencantumkan seluruh ahli waris yang berhak menerima bagian warisan serta memenuhi asas-asas hukum kewarisan Islam. Terutama asas personalitas keislaman baik bagi pewaris maupun bagi ahli waris sebagaimana dirumuskan pasal 171 huruf b dan c KHI. Apabila akta tidak terpenuhi, maka akta tersebut dapat digugat kmbali dan bisa dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum. Asas personalitas keislaman mutlak diterapkan dalam perkara kewarisan. Jika agama para ahli waris belum diketahui secara pasti, maka Pengadilan Agama tidak berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara kewarisan tersebut.

Konsep wasiat wajibah dan ahli waris pengganti adalah sebagian dari perkembangan hukum waris nasional, yang dalam praktiknya menimbulkan perdebatan. Kini, konsep kewarisan juga bersinggungan dengan jaminan dalam hukum perdata. Adakalanya objek jaminan menjadi hak pihak ketiga karena pewarisan. Perkembangan inilah yang coba didiskusikan hukumonline dalam diskusi sekaligus peluncuran buku hukum warispada hari ini.

Tags: