MK: Sekolah Internasional Jauhkan Budaya Bangsa
Utama

MK: Sekolah Internasional Jauhkan Budaya Bangsa

Satu hakim konstitusi dissenting opinion.

Oleh:
AGUS SAHBANI/ANT
Bacaan 2 Menit
Demo sejumlah guru didepan gedung MK untuk bubarkan semua sekolah yang berlabel RSBI/SBI. Foto: Sgp
Demo sejumlah guru didepan gedung MK untuk bubarkan semua sekolah yang berlabel RSBI/SBI. Foto: Sgp

Akhirnya, Majelis MK membatalkan Pasal 50 ayat (3) UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menjadi dasar keberadaan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional/Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI/SBI). Konsekwensi dari putusan itu, semua sekolah yang berlabel RSBI/SBI harus dinyatakan bubar karena dianggap bertentangan dengan UUD 1945.

Dalam putusannya, Mahkamah beranggapan pendidikan nasional tidak bisa lepas dari akar budaya dan jiwa bangsa Indonesia. Jadi, fakta penggunaan bahasa asing sebagai bahasa pengantar pada RSBI/SBI akan menjauhkan pendidikan nasional dari akar budaya dan jiwa bangsa Indonesia.

“Mahkamah tidak menampik pentingnya penguasaan bahasa asing. Tetapi praktik yang menekankan penggunaan bahasa asing dalam setiap satuan jenjang/satuan pendidikan sangat berpotensi mengikis kebanggaan terhadap bahasa dan budaya nasional,” tutur Hakim Konstitusi Anwar Usman saat membacakan pertimbangan putusan.

Mahkamah menegaskan output pendidikan untuk menghasilkan siswa/i yang mampu bersaing dalam dunia global dan berbahasa asing tidak harus diberi label berstandar internasional. Istilah “internasional” dikhawatirkan dapat melahirkan produk pendidikan nasional yang lepas dari budaya bangsa.

“Apabila standar pendidikan diukur dengan standar internasional (ukuran negara-negara lain), hal ini bertentangan dengan maksud dan tujuan pendidikan nasional,” ujar Anwar.      

Lebih jauh, Mahkamah berpendapat keberadaan RSBI/SBI telah menimbulkan perlakuan diskriminatif dalam dunia pendidikan baik dalam hal sarana, pembiayaan, ataupun output pendidikan. Pembedaan perlakuan ini bertentangan dengan prinsip konstitusi yang harus memberikan perlakuan yang sama antarsekolah dan antarpeserta didik, apalagi sama-sama sekolah milik pemerintah.

“Ini bentuk perlakuan berbeda dan tidak adil yang tidak sejalan dengan prinsip konstitusi. Jika hendak memajukan dan meningkatkan kualitas sekolah yang dibiayai negara, negara harus memperlakukan sama dengan meningkatkan sarana-prasarana dan pembiayaan semua sekolah milik pemerintah. Faktanya, para siswa di RSBI/SBI harus membayar biaya besar dibanding non-RSBI/SBI,” tambah Usman.

Tags:

Berita Terkait