KPK Diminta Perhatikan Kasus PLN
Berita

KPK Diminta Perhatikan Kasus PLN

Selain belum menerima LHP dari BPK, KPK belum menerima pengaduan terkait kasus tersebut.

Oleh:
FNH/RFQ/FAT
Bacaan 2 Menit
Wakil Ketua Komisi VII DPR  Effendi Simbolon. Foto: Sgp
Wakil Ketua Komisi VII DPR Effendi Simbolon. Foto: Sgp

Komisi VII DPR kembali melakukan rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama Kementerian ESDM, jajaran Direksi PLN serta SKK Migas guna menindaklanjuti Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (LHP BPK) tentang kerugian negara pada PT PLN (Persero). Dalam LHP tersebut, BPK menemukan kerugian negara sebesar Rp37 triliun.

Penemuan tersebut merupakan LHP BPK untuk keuangan PLN pada masa dua tahun yakni 2009-2010. Pada masa tersebut, Menteri Negara BUMN, Dahlan Iskan, masih menjabat sebagai Dirut PLN. Kerugian negara disebabkan oleh inefisiensi pemakaian BBM.

Meski isu ini sempat menarik perhatian publik, namun tidak ada tindak lanjut dari pihak yang berwenang untuk mengusut dugaan korupsi tersebut. Wakil Ketua Komisi VII DPR  Effendi Simbolon mengatakan, seharusnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)  memperhatikan kasus korupsi PLN yang menelan kerugian negara sangat besar.

"Harusnya KPK berinisiatif menanyakan kasus ini, jadi kalau KPK tanya DPR bisa masuk dan menjelaskan lebih dalam," katanya usai RDPU di Komplek Senayan Jakarta, Rabu (6/2).

Effendi berharap KPK dapat masuk ke kasus ini mengingat besarnya kerugian negara yang mencapai Rp37 triliun. Meski kasus tersebut sudah tak menjadi topik utama lagi di surat kabar, Effendi menilai hal ini tidak dapat didiamkan begitu saja.

"Masa KPK harus tangkap tangan dulu baru usut kasus korupsi," katanya.

Berdasarkan LHP BPK, Effendi menilai kerugian negara yang terjadi pada PLN bukanlah force majeur. Apalagi, sambungnya, laporan tersebut menyatakan sudah memenuhi unsur pidana.

Sayangnya, pihak yang dimintai keterangan terkait kasus ini tak kunjung datang menghadiri undangan Dewan. Lima kali diundang untuk dimintai keterangan mengenai kerugian PLN, Dahlan Iskan selalu mangkir. Hal ini, lanjut Effendi, membuat pekerjaan DPR menjadi lambat dan tak bisa melaporkan kasus tersebut kepada KPK sebelum mendapatkan klarifikasi langsung dari Dahlan.

Halaman Selanjutnya:
Tags: