Tuntut Hak, Petani Mengadu ke Ombudsman
Berita

Tuntut Hak, Petani Mengadu ke Ombudsman

Meminta Ombudsman membantu petani mendapat kembali hak mengakses tanah.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Kantor Ombudsman. Foto: ilustrasi (Sgp)
Kantor Ombudsman. Foto: ilustrasi (Sgp)

Puluhan petani asal Blitar yang datang ke Jakarta dengan berjalan kaki mendatangi kantor Ombudsman Repubik Indonesia di Jakarta. Para petani yang tergabung dalam berbagai serikat tani dengan didampingi oleh sejumlah organisasi itu meminta agar Ombudsman membantu menyelesaikan persoalan agraria yang dihadapi para petani di Blitar.

Aktivis Serikat Tani Nasional, Yoris Sindhu Sunarjan mengatakan terjadi konflik di lima wilayah antara warga dan perusahaan perkebunan. Namun, setelah melewati berbagai macam proses, konflik tinggal tersisa di satu wilayah, yaitu perkebunan Sengon di Desa Ngadirenggo, Kecamatan Wlingi, Kabupaten Blitar. Menurutnya, selama ini petani Ngdirenggo menggunakan lahan yang disengketakan itu sebagai sumber penghidupan.

Salah seorang petani Blitar, Triyanto, mengatakan konflik agraria di perkebunan Sengon itu terjadi sejak tahun 1960-an. Ketika itu, terdapat kelurahan yang bernama Sengon, namun saat muncul gejolak politik di tahun 1965, semua warga di kelurahan Sengon diusir. Kemudian, rumah warga dirubuhkan dan ditanami pohon karet. Persoalan itu semakin pelik ketika tahun 1972 diterbitkan HGU kepada sebuah perusahaan perkebunan untuk mengelola lahan di Sengon.

Sekarang, warga yang pernah diusir berjuang untuk mendapatkan kembali hak mereka atas tanah. Triyanto mengatakan ada SK Menteri Pertanian dan Agraria tahun 1949 yang melarang penerbitan HGU untuk tanah yang dulunya ditempati penduduk. Berdasarkan hal itu, mestinya HGU tak diterbitkan untuk izin usaha di atas lahan perkebunan Sengon karena dulunya ditempati warga.

Setelah melapor kepada DPRD Kabupaten Blitar dan ditindaklanjuti dengan pembentukan Pansus, dihasilkan kesimpulan bahwa HGU itu diduga cacat hukum. Kemudian, DPRD Kabupaten Blitar menyebut proses penyelesaian sengketa itu tinggal menunggu Ombudsman.

Menurut Triyanto, pernyataan itu membuat petani yang berkonflik, bingung. Ujungnya, sampai saat ini, penyelesaian sengketa agraria itu dinilai tak jelas. "Petani nggak tahu Ombudsman itu apa," ujarnya.

Ketika petani mencoba menggarap lahan yang disengketakan, Yoris melanjutkan, aparat kepolisian langsung menghadang. "Pihak kepolisian bilang HGU sudah terbit sehingga warga tak bisa menggarap lahan,-red), tapi ketika dikonfirmasi ke BPN, dibilang masih proses," kata Yoris ketika melapor kepada anggota Ombudsman di Jakarta, Rabu (6/2).

Halaman Selanjutnya:
Tags: