Kebijakan Swasembada Daging Sapi Dinilai Amburadul
Berita

Kebijakan Swasembada Daging Sapi Dinilai Amburadul

Terbukti dari tingginya harga daging di pasaran.

Oleh:
FNH
Bacaan 2 Menit
Peternak sapi menyiapkan makan untuk ternaknya. Foto: ilustrasi (Sgp)
Peternak sapi menyiapkan makan untuk ternaknya. Foto: ilustrasi (Sgp)

Swasembada daging sapi menjadi program utama pemerintah terutama Kementerian Pertanian. Sejak rencana ini dijadikan salah satu capaian strategis negara untuk lepas dari impor daging, pemerintah selalu berusaha menurunkan kuota impor daging sapi secara bertahap.

Sayangnya, kebijakan ini dinilai tak tepat. Selain kondisi jumlah daging sapi dalam negeri yang belum mencukupi kebutuhan masyarakat, pemerintah terkesan salah hitung atas kebutuhan akan daging sapi di dalam negeri dengan jumlah penduduk serta jumlah ketersediaan daging sapi itu sendiri.

"Kebijakan swasembada kacau. Kalau pemerintah sudah menghitung secara benar terkait swasembada ini dan mengecek dilapangan, lalu kenapa harga dipasaran makin tinggi," kata Anggota Komisi IV DPR Viva Yoga Mauladi.

Dari total kuota 14,82 juta ton daging sapi yang dianggarkan oleh pemerintah, Viva mempertanyakan apakan besaran kuota tersebut benar diperuntukkan bagi kepentingan masyarakat. Dia menduga 14,82 juta ton daging sapi impor digunakan untuk kepentingan pribadi masing-masing peternak sapi. Jika total kuota tersebut merupakan angka tepat dalam rangka swasembada daging sapi, Viva menilai seharusnya harga dipasaran tidak melambung tinggi.

Selain itu, Viva mengkritik upaya pemerintah dalam merealisasikan program swasembada daging sapi. Pasalnya, sejak rencana ini mulai dijalankan, pemerintah tak memiliki upaya guna mencegah terjadinya kartel daging sapi. Akibatnya, kenaikan harga daging sapi terus terjadi tiap tahun.

Viva mengusulkan agar pemerintah membangun sentra-sentra produk ternak sapi di daerah-daerah yang mengkonsumsi daging sapi paling besar. Dari total kuota daging sapi yang dianggarkan, 60 persen dialokasikan untuk konsumsi pulau Jawa.

"Sebaiknya pemerintah membangun sentra-sentra produk ternak sapi di jawa barat dan banten. Jawa sebagai konsumsi paling tinggi tapi tidak memiliki peternakan dan sekarang dengan mengambil sapi dari jawa tengah, timur dan jogja," ujarnya.

Dia melanjutkan, dengan mendekatkan jarak sentra peternakan sapi ke daerah yang  lebih banyak kebutuhan konsumsi, maka akan mempercepat proses swasembada daging sapi  dengah harga yang rendah. Bahkan, pemerintah juga patut memperhatikan protein sapu dengan memberikan memberikan subsidi untuk pakan sapi guna mempercepat jumlah populasi.

Hal senada diutarakan oleh Anton Sihombing. Dia menyoalkan tata kerja pemerintah terkait swasembada daging sapi. Anton berpendapat, seharusnya pemerintah mempertimbangkan faktor lapangan dan kemampuan ketersediaan daging sapi lokal sebelum program swasembada dilaksanakan.

"Apapun argumentasi yang diberikan tadi, bagaimana tata kerja pemerintah, kenapa harga termahal daging di Indonesia? Lebaran nanti bisa 140 ribu per kilo," katanya.

Anton juga meminta agar pemerintah menerapkan keadilan. Menurutnya, pembagian kuota impor daging sapi selama ini hanya dikuasai perusahaan menengah ke atas. Sementara pengusaha menengah ke bawah tidak diberikan kesempatan yang sama. Bahkan, lanjutnya, rencana swasembada daging sapi tidak disertai dengan impor sapi bakalan.

"Kenapa lebih banyak importir daging daripada importir sapi bakalan? Apa ada semut ada gula," ujarnya.

Anggota Komisi IV lainnya, Wan Abu Bakar menambahkan, rencana swasembada tidak konsisten dan amburadul. Persediaan daging lokal yang tidak mencukupi menimbulkan permasalahan baru.

"Kementan berambisi untuk swasembada daging tapi  amburadul dan tidak konsisten serta persediaan dalam negeri yang tidak mencukupi. Akibatnya, menimbulkan permasalahan. Swasembada ini perlu secara matang," ujarnya.

Menurut Abu Bakar, pengelolaan daging sapi yang telah dibagi-bagikan kepada perusahaan impor tetap harus diintervensi oleh pemerintah. Hal ini untuk mengatasi praktik kartel oleh sekelompok pengusaha yang nakal.

Setelah kelangkaan daging sapi terjadi, antar Kementerian dinilai saling tuding menuding. I Made Urip menyayangkan hal tersebut terjadi. "Seharusnya, antar Kementerian memperkuat koordinasi untuk menyelesaikan problematika kartel pangan yang terjadi di Indonesia," kata Anggota Komisi IV dari PDIP ini.

Sementara itu, Kementerian Pertanian melalui Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Syukur Iwantoro mengatakan bahwa persoalan  daging tidak hanya sekedar komoditi tetapi menyangkut sosial dan politik.

"Daging saat ini hubungan dengan sosial dan politik jadi tidak sekedar komoditi," kata Syukur.

Menurut Syukur, proses pelaksanaan swasembada memang masih terkendala berbagai hal. Meski rencana tersebut sudah mulai tercetus sejak tahun 2000 lalu, beberapa kendala menyebabkan usaha ini molor, hingga 2014 ditetapkan sebagai waktu yang tepat.

"Keinginan untuk swasembada sudah terjadi sejak tahun 2000. Banyak program yang mengalami masalah baik sisi suplai maupun demand nya juga tata niaga," jelasnya.

Namun, ia meyakini swasembada daging tetap akan dilaksanakan 2014 nanti. Hal ini dipertegas dengan angka statistik dari Kementerian Pertanian dan Badan Pusat Statistik yang memperlihatkan peningkatan jumlah hewan ternak di Indonesia. Berdasarkan sensus Kementan dan BPS tahun 2011, sebanyak 14,8 juta untuk sapi potong, sapi perah 0,6 juta ekor, kerbau 1,1 juta ekor.

Selain itu, usaha-usaha Kementerian Pertanian seperti kerjasama pengangkutan dengan Pelni dan rencana merevitalisasi 14 RPH menjadi RPH modern.

Tags: