Saatnya Melakukan Restrukturisasi Organisasi MA
Berita

Saatnya Melakukan Restrukturisasi Organisasi MA

Ada kemungkinan perbedaan sistem kamar versi RUU MA dan versi SK KMA No. 017 Tahun 2012.

Oleh:
MYS
Bacaan 2 Menit
Saatnya Melakukan Restrukturisasi Organisasi MA
Hukumonline

Memasuki tahun 2013, sejumlah jabatan pimpinan di Mahkamah Agung (MA) kosong. Jabatan Ketua Muda Pidana Khusus sudah kosong sejak Djoko Sarwoko pensiun per Desember 2012. Wakil Ketua MA Bidang Yudisial Abdul Kadir Mappong juga sudah pensiun per Januari 2013. Ketika M. Saleh terpilih menggantikan Mappong, posisi Ketua Muda Perdata Khusus yang selama ini dipegang Saleh otomatis kosong.

Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP) berpendapat kosongnya sejumlah jabatan itu perlu dijadikan momentum untuk melakukan restrukturisasi organisasi di MA. “Kekosongan beberapa jabatan pimpinan ini merupakan kesempatan baik bagi MA untuk merombak dan memperbaiki struktur organisasi MA agar lebih ramping dan efisien,” demikian pernyataan LeIP di Jakarta, Kamis (28/2).

Langkah itu juga sudah dimulai Mahkamah Agung. Ketua Mahkamah Agung M. Hatta Ali mengatakan MA sedang melakukan kajian tentang perubahan organisasi. Salah satu yang sedang dipertimbangkan adalah penghapusan jabatan Ketua Muda Pidana Khusus, karena fungsinya bisa dijalankan Ketua Muda Pidana Umum.

Selama setahun terakhir, MA sudah mempersiapkan penerapan sistem kamar. Hingga April 2014 mendatang, penerapan sistem kamar masih dalam transisi. Sesuai dengan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung (SK KMA) No. 017/KMA/II/2012, sistem kamar bertujuan menjaga konsistensi putusan, meningkatkan profesionalisme hakim agung, dan mempercepat proses penanganan perkara di Mahkamah Agung.

Berdasarkan SK KMA 017 tersebut, penanganan perkara kasasi dan peninjauan kembali di Mahkamah Agung dibagi atas lima kamar, yaitu kamar pidana, kamar perdata, kamar tata usaha negara, kamar agama, dan kamar militer. Pada masing-masing dapat dibentuk subkamar.

Hingga kini, penerapan sistem kamar belum sepenuhnya dijalankan alias masih transisi. Menurut Darwis, Kabag Pengembangan Sistem Informatika Biro Hukum dan Humas MA, dalam masa transisi tersebut seorang hakim  masih bisa menangani perkara yang bukan di kamarnya. Misalnya, seorang hakim kamar militer masih bisa menangani perkara pidana. “Dalam masa transisi, masih tetap diperbolehkan,” ujarnya dalam media briefing di Jakarta, Kamis (28/2).

Namun, proses restrukturisasi organisasi MA bisa terhalang. Dimas Prasidi, peneliti LeIP, mencatat revisi UU Mahkamah Agung yang kini tengah dibahas DPR agak berbeda dibanding sistem kamar yang sudah ditetapkan MA. RUU Mahkamah Agung justru membagi atas tujuh kamar. Dua kamar tambahan adalah pajak dan tata negara. Dimas menilai semangat efisiensi yang diusung lewat kebijakan sistem kamar MA justru kurang mendapat dukungan dari RUU Mahkamah Agung. 

Karena itu, LeIP meminta agar dalam proses penyusunan RUU Mahkamah Agung, DPR menyesuaikan dengan kebutuhan penanganan perkara yang lebih efisien.

Tags:

Berita Terkait