Pemerintah Masih Pandang BPJS sebagai Beban
Berita

Pemerintah Masih Pandang BPJS sebagai Beban

Enggan menganggarkan iuran bantuan jaminan kesehatan yang cukup.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Pemerintah Masih Pandang BPJS sebagai Beban
Hukumonline

Pemerintah semestinya memandang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) sebagai investasi dan bukan sebagai beban. Soalnya, bila kesehatan rakyat terjamin maka produktifitas rakyat pun semakin meningkat.

Namun kondisi yang terjadi saat ini sebaliknya. Pemerintah dinilai merasa terbebani dengan keberadaan BPJS. Buktinya, Kementerian Keuangan dianggap enggan menganggarkan iuran untuk peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) dalam besaran yang cukup.

Anggota Badan Pekerja Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) dari KSPSI, Subianto mengatakan, dari kesepakatan sebelumnya antara serikat pekerja, Menkokesra, Kementerian Kesehatan dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) diusulkan iuran sebesar Rp22.200/orang/bulan.

Namun, lewat surat yang ditujukan kepada DJSN, Menkeu memangkas iuran itu menjadi Rp15ribu. Pemangkasan iuran itu berpotensi besar mengurangi manfaat kesehatan yang diterima peserta PBI. 

Karenanya serikat pekerja menuntut agar pihak terkait segera merevisi PP PBI dan Peraturan Presiden tentang Jaminan Kesehatan Nasional (Perpres Jamkes). Selain melakukan kajian akademik atas peraturan pelaksana BPJS, serikat pekerja merencanakan empat demonstrasi besar dan mogok kerja nasional.

Pada kesempatan yang sama anggota Presidium Komite Aksi Jaminan Sosial (KAJS), Timboel Siregar, mengaku heran kenapa PP PBI mengutamakan peran Menkeu, khususnya dalam hal menetapkan iuran untuk PBI. Padahal, mengacu UU SJSN, Timboel melihat DJSN punya hak untuk mengusulkan berapa iuran yang diperlukan untuk PBI.

Konstitusi, lanjut Timboel, juga mengamanatkan agar anggaran kesehatan minimal sebesar lima persen dari APBN. Melihat potensi keuangan negara, Timboel menghitung anggaran yang ada cukup untuk membiayai jumlah peserta PBI sampai 120 juta orang. Apalagi, tiap kementerian punya anggaran bantuan sosial (Bansos) yang dinilai sering tak tepat sasaran.

Tags: