OJK Dukung Swasta Kelola Informasi Perkreditan
Berita

OJK Dukung Swasta Kelola Informasi Perkreditan

Diharapkan tak terjadi jual beli data nasabah.

Oleh:
FAT
Bacaan 2 Menit
Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, Kusumaningtuti S Soetiono. Foto: SGP
Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, Kusumaningtuti S Soetiono. Foto: SGP

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendukung pengelolaan informasi perkreditan dipegang oleh pihak swasta. Hal itu diutarakan oleh Anggota Dewan Komisioner OJK bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, Kusumaningtuti S Soetiono di Banten, Selasa (19/3).

Menurut Titu sapaan Kusumaningtuti, semakin banyak pihak yang mendata dan mengelola informasi perkreditan diharapkan tak terjadi lagi kredit macet terkait dengan lembaga jasa keuangan. Tak hanya itu, Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan (LPIP) juga diharapkan dapat mempublikasikan data debitur yang tak macet.

"Ini sebetulnya bagus, semakin banyak yang mendata itu mencegah supaya tidak terjadi kredit macet, ada data juga debitur yang baik seperti apa, sehingga ikut memperlancar dalam proses pembiayaan," ujar Titu.

Meski pihak swasta diberi peluang menjadi pengelola informasi dan data, Titu berharap agar data pribadi nasbah tak diperjualbelikan. Menurut dia, perlindungan terhadap data pribadi merupakan salah satu prinsip yang dijalankan di bidang edukasi dan perlindungan konsumen OJK.

Selain Peraturan Bank Indonesia (PBI) mengenai pembentukan LPIP, sebelumnya, lanjut Titu, bank sentral pernah menerbitkan PBI bahwa tanpa persetujuan nasabah tidak boleh digunakan datanya untuk keperluan lain. Atas dasar itu, OJK akan meneruskan kebijakan yang sudah dikeluarkan oleh BI tersebut.

"PBI juga pernah ada yang mengatur bahwa tanpa persetujuan nasabah tidak boleh digunakan datanya untuk keperluan lain, nah ini juga menjadi standar kita. Harus dilindungi," tutur Titu.

Sebelumnya, Bank Indonesia mengizinkan swasta berpartisipasi mengelola informasi kredit. Hal ini diatur dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 15/1/PBI/2013 tentang Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan (LPIP). Dalam aturan itu, BI membolehkan lembaga biro kredit dikelola lokal maupun asing. Aturan ini berlaku sejak 18 Februari 2013.

Amanat UU

Perlindungan konsumen merupakan salah satu bidang yang baru dibentuk. Selain edukasi dan perlindungan konsumen, OJK juga mengawasi dan menjadi regulator di bidang pasar modal, Industri Keuangan Non Bank (IKNB) serta perbankan yang baru efektif pada Januari 2014 nanti.

Menurut Titu, salah satu cara agar edukasi dan perlindungan konsumen berjalan optimal diperlukan kepercayaan antara lembaga keuangan dengan konsumen. Ia mengatakan, perlindungan konsumen diharapkan dapat membangun kesetaraan dan sistem stabilitas lebih mudah tercapai.

Selain itu, dari beberapa survei yang dilakukan sejumlah lembaga dihasilkan bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia belum memiliki informasi yang memadai baik soal layanan maupun produk lembaga keuangan. Misalnya, survei yang dilakukan BI pada tahun 2006 lalu yang hasilnya sebagian responden masih kurang tahu mengenai lembaga jasa keuangan.

Begitu juga survei Bapepam LK yang hasilnya produk pasar modal lebih rumit dan kurang terinformasi. "Itu yang jadi triger kenapa ada aturan khusus edukasi dan perlindungan konsumen di UU OJK," pungkas Titu.

Tags: