Santet dalam RKUHP Hanya Delik Formal
Berita

Santet dalam RKUHP Hanya Delik Formal

RKUHP hanya mengatur orang yang mempromosikan santet. Kegiatan santet sendiri tidak diatur karena sulit dibuktikan secara hukum.

Oleh:
NOV
Bacaan 2 Menit
Santet dalam RKUHP Hanya Delik Formal
Hukumonline

Semangat pembahasan revisi KUHP dan KUHAP kembali muncul menjelang akhir masa  jabatan anggota DPR pada 2014. Walau terkesan basi, anggota Komisi III DPR Dimyati Natakusumah mengatakan, pembahasan RKUHP dan RKUHAP akan dimulai lagi dari awal sejak pemerintah menyerahkan rancangan tersebut ke DPR.

Sejumlah pasal karet masih menjadi perdebatan di berbagai kalangan. Seperti Pasal 293 mengenai santet, Pasal 485 mengenai kumpul kebo, dan Pasal 483 mengenai perzinahan. Dimyati mengaku, DPR masih memerlukan penjelasan dari pemerintah terkait penerapan maupun pembuktian beberapa tindak pidana itu.

Rumusan Pasal 293 ayat (1) RKUHP mengatur, setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan, atau memberikan bantuan jasa yang dapat menimbulkan penyakit, kematian, penderitaan mental atau fisik dipidana penjara paling lama 5 tahun.

Apabila pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) melakukan perbuatan itu untuk mencari keuntungan atau menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan, maka sesuai Pasal 293 ayat (2), pidana dapat ditambah dengan sepertiga. Rumusan inilah yang belakangan ramai diperdebatkan.

Menurut Dimyati, Pasal 293 RKUHP lebih diperuntukan bagi orang yang mempromosikan praktik ilmu hitam. “Sekarang di media banyak sekali orang yang mempromosikan ilmu gaib, entah benar atau tidak, itu yang menjadi perhatian. Kalau ada yang merasa ditipu, nah ini deliknya,” ujarnya dalam sebuah diskusi, Sabtu (23/3).

Selain dapat menjerat pelaku yang menawarkan santet, rumusan Pasal 293 itu juga dibuat untuk melindungi dari aksi masyarakat yang cenderung main hakim sendiri. Dimyati mengungkapkan, selama ini, seseorang yang diduga memiliki ilmu hitam sering menjadi sasaran amuk massa, pembakaran, bahkan pembunuhan.

Padahal, lanjut Dimyati, dugaan itu belum tentu benar. Bisa saja seseorang mengaku sebagai tukang santet, tapi pada kenyataannya hanya seorang penipu yang mencari uang untuk memperkaya diri atau keluarganya. Polisi pun terkadang berada dalam posisi sulit ketika hendak memproses pelaku pembunuhan dukun santet.

Tags: